Senin, 14 Juli 2014

OSMABA ADALAH MASA OTORITAS?


Orientasi mahasiswa baru, ya, kegiatan itu merupakan kegiatan yang umum dilakukan disetiap Perguruan Tinggi/Sekolah Tinggi (PT/ST) sebagai penyambutan bagi mahasiswa baru. Kegiatan ini dapat kita jumpai dengan mudah pada saat memasuki tahun ajaran baru disetiap PT/ST. Kegiatan ini bertujuan untuk pengenalan kampus mereka, mendidik mahasiswa baru (maba) agar tegas dan disiplin, dan sejenisnya sesuai dengan temanya. Yang sampai saat ini tidak lepas dari Osmaba adalah sikap tegas dan disiplin dari senior kepada juniornya. Bahkan sang junior pun diminta untuk membawa peralatan dan perlengkapan yang khas dari sebuah Osmaba seperti topi toga yang terbuat dari kertas, diminta membawa makanan dan minuman dengan nama yang menggunakan kode, kaos kai merah putih, baju dan celana mencolok, tas dari kain goni, dan lain-lain. Tujuan yang lebih jelasnya dari sebuah Osmaba adalah sebagai berikut:
1.    Memperkenalkan lingkungan dari PT/ST tersebut, terutama lingkungan fisik.
2.    Memperkenalkan maba terhadap komponen PT/ST tersebut sampai kepada tata tertib, norma, dan budaya yang ada di PT/ST tersebut.
3.    Mengajarkan maba untuk dapat menyanyikan hymne dan mars dari PT/ST itu.
4.    Mengenalkan maba kepada organisasi-organisasi sekaligus keorganisasiannya.
5.    Membangun jiwa disiplin, tegas, bertanggung jawab, toleransi kepada maba.
6.    Memperkenalkan seluruh kegiatan di PT/ST terasebut.
7.    Mengenalkan wawasan dasar sebelum masuk untuk pembelajaran formal.
Dengan tujuan yang maju tersebut, diharapkan Osmaba dapat memberikan pelajaran-pelajaran dasar bagi maba agar mereka mampu berubah menjadi seorang mahasiswa, bukan seorang siswa lagi. Karena mahasiswa adalah “pangkat” tertinggi di dalam sebuah pendidikan.
       Namun sayang, keberadaan Osmaba masih dirasa primitif di berbagai PT/ST negeri maupun swasta. Mereka, para senior, masih menerapkan sistem ketegasan dengan bersuara tinggi, tidak layak di dengar, dan tak pelak memaki-maki. Di samping itu senior juga mengajarkan disiplin dengan kekerasan dan masih menerapkan sistem membawa/memakai barang-barang yang aneh-aneh. Bahakan ada sebuah PT/ST yang meminta mabanya memakai kalung bawang dan cabai. Apakah hal seperti itu justru menjadikan maba sebuah boneka milik senior? Sikap memaki-maki, kekerasan, dan diminta membawa/memakai barang yang menyulitkan justru akan menjadi boomerang bagi senior bahkan PT/ST itu sendiri. Para junior justru seakan-akan menjadi seorang bawahan dan boneka yang direndahkan dan permalukan. Yang seharusnya tujuan Osmaba itu baik, tetapi saat ini dirasa menjadi sesuatu hal yang primitif. Pembentukan sebuah karakter disiplin, tegas, dan bertanggung jawab itu tidak semerta-merta hanya dengan waktu yang singkat. Memerlukan waktu yang lama dan kebiasaan untuk membentuk sebuah sikap tersebut. Tidak akan mampu dengan jumlah maba yang besar, para senior mampu membentuk sikap tersebut hanya dengan waktu 3-7 hari dari sebuah Osmaba.
Foto: Salah satu contoh Orientasi di Indonesia

Membentak-bentak, kekerasan, memakai barang yang aneh-aneh, bukan tidak mungkin akan membentuk sebuah sikap baru, yaitu dendam yang berkepanjangan. Dendam tersebut bisa berbentuk dendam terhadap seniornya atau yang sampai saat ini trend adalah dendam terhadap maba yang akan datang. Tindakan-tindakan tersebut justru mempengaruhi psikologis maba yang tidak kuat, dan pada akhirnya banyak kasus maba trauma, depresi, dendam, dan bahkan meninggal. Seperti yang terjadi di salah satu Perguruan Tinggi di Bandung,  Dwiyanto Wisnugroho (22 tahun) pada Minggu malam, 8 Februari 2009. Mahasiswa baru tersebut meninggal dalam kegiatan masa orientasi disalah satu perguruan tinggi di Bandung. Contoh kasus lain terjadi di salah satu institusi pendidikan di Malang. Mahasiswa baru bernama Fikri Dolasmantya Surya asal NTB, yang sedang mengikuti Osmaba meninggal karena disiksa lantaran ingin melindungi rekan-rekannya dari seniornya. Apakah masih pantas, perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi ini masih mewarnai dunia pendidikan negeri ini?
Mahasiswa baru seharusnya lebih diperlakukan manusiawi. Boleh saja mengedepankan konsep disiplin, tegas, dan bertanggung jawab. Akan tetapi tidak harus dengan cara-cara membuat maba seperti boneka. Permasalahan ini seharusnya juga menjadi tanggung jawab dari pihak PT/ST agar mengarahkan mahasiswa yang senior untuk tidak lagi menggunakan cara-cara primitif. Dengan tidak memaki-maki mereka, memakai kekerasan, menyuruh-nyuruh mereka, meminta untuk membawa dan memakai barang yang aneh-aneh, Osmaba masih dapat dikatakan Osmaba. Seharusnya Osmaba itu disusun kembali menjadi kegiatan yang memang mendidik maba menjadi mahasiswa yang baik, dengan cara mengedepankan tutur kata yang baik, sikap percaya diri, keagamaan, dan hal positif lainnya. Osmaba tidak butuh yang namanya teriak-teriak, marah-marah, hukuman yang berat, kekerasan, membawa dan memakai barang-barang aneh. Osmaba membutuhkan jalinan silaturahmi yang kuat antara senior dan junior dan maba dengan maba lainnya, sikap toleransi antar mahasiswa, sikap yang disiplin, tegas, percaya diri, dan tanggung jawab namun dengan tutur kata dan sikap yang lebih manusiawi. Seperti konsep orientasi mahasiswa baru yang dilakukan di Australia. Mereka tidak lagi memakai cara-cara primitif seperti yang sudah dibahas, tetapi mereka lebih mengedepankan keliling kampus dengan banyak kegiatan mentoring. Jadi maba diminta untuk berkeliling kampus tanpa mengenakan pakaian primitif ala Osmaba, tetapi tetap berpakaian bebas rapi. Maba di ajak untuk diberikan sejumlah pelatihan tentang cara menulis essay atau makalah dalam bahasa Inggris dan bagaimana cara menyadur hasil karya akademis orang lain. Dan di akhir hari orientasi, pihak penyelenggara Osmaba tersebut membuka stand-stand mereka untuk mengajak maba masuk ke organisasi mereka. Misalnya saja bagi para anggota PPIA, jika ada maba yang masuk, mereka mendapat potongan diskon tiket pesawat Garuda Indonesia untuk sejumlah tujuan di Indonesia (www.radioaustralia.net.au).
Foto: Orientasi Mahasiswa Baru di salah satu Perguruan Tinggi di Australia

Sama halnya di negara kecil tetangga Indonesia, Singapura, yang mentiadakan yang namanya orientasi mahasiswa baru yang primitif. Mereka lebih mengedepankan semangat egaliter dan tidak ada senioritas. Tak ada juga mahasiswa baru disuruh membawa barang-barang aneh yang tak berguna. Malah mereka diminta melakukan kerja sosial membantu sesama dan mengedepankan perkenalan kampus dan akademis. Bahkan, kegiatan ini diadakan secara sukarela saja, tidak ada paksaan untuk wajib mengikuti (DetikNews.com). Mahasiswa di Indonesia masih berfikir bahwa “itukan di negara yang maju dan belum tentu bisa diterapkan di Indonesia.” Pernyataan ini sungguh tidak mencerminkan seorang mahasiswa yang kritis. Keberhasilan yang dapat terwujud, berawal dari sebuah usaha. Jadi, pernyataan tersebut akan terus mengakar jika tidak ada percobaan dan usaha yang dilakukan untuk merubah sistem Osmaba di Indonesia. Sistem orientasi di luar negeri tersebut dapat diberlakukan di Indonesia jika ingin PT/ST di Indonesia mau maju dari sebuah Osmaba yang primitif. Orientasi bukanlah otoritas, melainkan penyambutan maba dengan mengedepankan kegiatan yang lebih positif dan bermanfaat, yang kelak maba-maba tersebut akan mendapat pelajaran penting dari sebuah Osmaba, bukan sebuah kekonyolan khas Osmaba dan dendam yang berkelanjutan.

 Oleh: Deaska E. Satya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar