Orientasi
mahasiswa baru, ya, kegiatan itu merupakan kegiatan yang umum dilakukan
disetiap Perguruan Tinggi/Sekolah Tinggi (PT/ST) sebagai penyambutan bagi mahasiswa
baru. Kegiatan ini dapat kita jumpai dengan mudah pada saat memasuki tahun
ajaran baru disetiap PT/ST. Kegiatan ini bertujuan untuk pengenalan kampus
mereka, mendidik mahasiswa baru (maba) agar tegas dan disiplin, dan sejenisnya
sesuai dengan temanya. Yang sampai saat ini tidak lepas dari Osmaba adalah
sikap tegas dan disiplin dari senior kepada juniornya. Bahkan sang junior pun
diminta untuk membawa peralatan dan perlengkapan yang khas dari sebuah Osmaba seperti
topi toga yang terbuat dari kertas, diminta membawa makanan dan minuman dengan
nama yang menggunakan kode, kaos kai merah putih, baju dan celana mencolok, tas
dari kain goni, dan lain-lain. Tujuan yang lebih jelasnya dari sebuah Osmaba
adalah sebagai berikut:
1. Memperkenalkan
lingkungan dari PT/ST tersebut, terutama lingkungan fisik.
2. Memperkenalkan
maba terhadap komponen PT/ST tersebut sampai kepada tata tertib, norma, dan
budaya yang ada di PT/ST tersebut.
3. Mengajarkan
maba untuk dapat menyanyikan hymne dan mars dari PT/ST itu.
4. Mengenalkan
maba kepada organisasi-organisasi sekaligus keorganisasiannya.
5. Membangun
jiwa disiplin, tegas, bertanggung jawab, toleransi kepada maba.
6. Memperkenalkan
seluruh kegiatan di PT/ST terasebut.
7. Mengenalkan
wawasan dasar sebelum masuk untuk pembelajaran formal.
Dengan
tujuan yang maju tersebut, diharapkan Osmaba dapat memberikan
pelajaran-pelajaran dasar bagi maba agar mereka mampu berubah menjadi seorang
mahasiswa, bukan seorang siswa lagi. Karena mahasiswa adalah “pangkat”
tertinggi di dalam sebuah pendidikan.
Namun sayang, keberadaan Osmaba masih
dirasa primitif di berbagai PT/ST negeri maupun swasta. Mereka, para senior, masih
menerapkan sistem ketegasan dengan bersuara tinggi, tidak layak di dengar, dan
tak pelak memaki-maki. Di samping itu senior juga mengajarkan disiplin dengan
kekerasan dan masih menerapkan sistem membawa/memakai barang-barang yang
aneh-aneh. Bahakan ada sebuah PT/ST yang meminta mabanya memakai kalung bawang
dan cabai. Apakah hal seperti itu justru menjadikan maba sebuah boneka milik
senior? Sikap memaki-maki, kekerasan, dan diminta membawa/memakai barang yang
menyulitkan justru akan menjadi boomerang bagi senior bahkan PT/ST itu sendiri.
Para junior justru seakan-akan menjadi seorang bawahan dan boneka yang
direndahkan dan permalukan. Yang seharusnya tujuan Osmaba itu baik, tetapi saat
ini dirasa menjadi sesuatu hal yang primitif. Pembentukan sebuah karakter
disiplin, tegas, dan bertanggung jawab itu tidak semerta-merta hanya dengan
waktu yang singkat. Memerlukan waktu yang lama dan kebiasaan untuk membentuk sebuah
sikap tersebut. Tidak akan mampu dengan jumlah maba yang besar, para senior mampu
membentuk sikap tersebut hanya dengan waktu 3-7 hari dari sebuah Osmaba.
Foto: Salah satu contoh Orientasi di Indonesia
Membentak-bentak,
kekerasan, memakai barang yang aneh-aneh, bukan tidak mungkin akan membentuk
sebuah sikap baru, yaitu dendam yang berkepanjangan. Dendam tersebut bisa
berbentuk dendam terhadap seniornya atau yang sampai saat ini trend adalah
dendam terhadap maba yang akan datang. Tindakan-tindakan tersebut justru
mempengaruhi psikologis maba yang tidak kuat, dan pada akhirnya banyak kasus
maba trauma, depresi, dendam, dan bahkan meninggal. Seperti yang terjadi di
salah satu Perguruan Tinggi di Bandung, Dwiyanto Wisnugroho (22 tahun)
pada Minggu malam, 8 Februari 2009. Mahasiswa baru tersebut meninggal dalam
kegiatan masa orientasi disalah satu perguruan tinggi di Bandung. Contoh kasus
lain terjadi di salah satu institusi pendidikan di Malang. Mahasiswa baru bernama
Fikri Dolasmantya Surya asal NTB, yang sedang mengikuti Osmaba meninggal karena
disiksa lantaran ingin melindungi rekan-rekannya dari seniornya. Apakah masih
pantas, perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi ini masih mewarnai dunia
pendidikan negeri ini?
Mahasiswa
baru seharusnya lebih diperlakukan manusiawi. Boleh saja mengedepankan konsep disiplin,
tegas, dan bertanggung jawab. Akan tetapi tidak harus dengan cara-cara membuat
maba seperti boneka. Permasalahan ini seharusnya juga menjadi tanggung jawab
dari pihak PT/ST agar mengarahkan mahasiswa yang senior untuk tidak lagi
menggunakan cara-cara primitif. Dengan tidak memaki-maki mereka, memakai
kekerasan, menyuruh-nyuruh mereka, meminta untuk membawa dan memakai barang
yang aneh-aneh, Osmaba masih dapat dikatakan Osmaba. Seharusnya Osmaba itu
disusun kembali menjadi kegiatan yang memang mendidik maba menjadi mahasiswa
yang baik, dengan cara mengedepankan tutur kata yang baik, sikap percaya diri,
keagamaan, dan hal positif lainnya. Osmaba tidak butuh yang namanya
teriak-teriak, marah-marah, hukuman yang berat, kekerasan, membawa dan memakai
barang-barang aneh. Osmaba membutuhkan jalinan silaturahmi yang kuat antara
senior dan junior dan maba dengan maba lainnya, sikap toleransi antar
mahasiswa, sikap yang disiplin, tegas, percaya diri, dan tanggung jawab namun
dengan tutur kata dan sikap yang lebih manusiawi. Seperti konsep orientasi
mahasiswa baru yang dilakukan di Australia. Mereka tidak lagi memakai cara-cara
primitif seperti yang sudah dibahas, tetapi mereka lebih mengedepankan keliling
kampus dengan banyak kegiatan mentoring. Jadi maba diminta untuk berkeliling
kampus tanpa mengenakan pakaian primitif ala Osmaba, tetapi tetap berpakaian
bebas rapi. Maba di ajak untuk diberikan sejumlah pelatihan tentang cara menulis
essay atau makalah dalam bahasa Inggris dan bagaimana cara menyadur hasil karya
akademis orang lain. Dan di akhir hari orientasi, pihak penyelenggara Osmaba
tersebut membuka stand-stand mereka untuk mengajak maba masuk ke organisasi
mereka. Misalnya saja bagi para anggota PPIA, jika ada maba yang masuk, mereka
mendapat potongan diskon tiket pesawat Garuda Indonesia untuk sejumlah tujuan
di Indonesia (www.radioaustralia.net.au).
Foto: Orientasi Mahasiswa Baru di salah satu Perguruan Tinggi di Australia
Sama
halnya di negara kecil tetangga Indonesia, Singapura, yang mentiadakan yang
namanya orientasi mahasiswa baru yang primitif. Mereka lebih mengedepankan
semangat egaliter dan tidak ada senioritas. Tak ada juga mahasiswa baru disuruh
membawa barang-barang aneh yang tak berguna. Malah mereka diminta melakukan
kerja sosial membantu sesama dan mengedepankan perkenalan kampus dan akademis. Bahkan,
kegiatan ini diadakan secara sukarela saja, tidak ada paksaan untuk wajib
mengikuti (DetikNews.com). Mahasiswa di Indonesia masih berfikir bahwa “itukan
di negara yang maju dan belum tentu bisa diterapkan di Indonesia.” Pernyataan ini
sungguh tidak mencerminkan seorang mahasiswa yang kritis. Keberhasilan yang
dapat terwujud, berawal dari sebuah usaha. Jadi, pernyataan tersebut akan terus
mengakar jika tidak ada percobaan dan usaha yang dilakukan untuk merubah sistem
Osmaba di Indonesia. Sistem orientasi di luar negeri tersebut dapat
diberlakukan di Indonesia jika ingin PT/ST di Indonesia mau maju dari sebuah
Osmaba yang primitif. Orientasi bukanlah otoritas, melainkan penyambutan maba
dengan mengedepankan kegiatan yang lebih positif dan bermanfaat, yang kelak
maba-maba tersebut akan mendapat pelajaran penting dari sebuah Osmaba, bukan
sebuah kekonyolan khas Osmaba dan dendam yang berkelanjutan.
Oleh: Deaska E. Satya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar