Sabtu, 13 Januari 2018

KERAGUAN

Pernah nggak sih, kalian mengalami keraguan di dalam hati kalian? Rasanya itu antara yakin dan tidak yakin dengan apa yang kita rasakan. Apalagi di dalam suatu hubungan percintaan. Pasti kalian pernah merasakan keraguan. Ragu apakah dia serius sama kita atau tidak, ragu apakah dia benar-benar orang baik atau tidak, ragu apakah dia setia atau tidak, dan lain-lain.

Rasanya, perasaan seperti itu menjadi hal yang “wajib” dalam sebuah hubungan percintaan. Setiap kali kita menjalani sebuah hubungan, pasti pernah merasakan keraguan. Apalagi jika si dia dulunya sering menyakiti kita, kemudian dia sadar dan tidak akan mengulanginya. Kita pasti senang mendengar dia tidak ingin mengulangi kesalahannya dan berusaha untuk berubah. Tetapi lagi-lagi, keraguan menghalangi perasaan bahagia itu. Seakan-akan kita tidak diizinkn untuk percaya kepada si dia. Mungkin hal itu wajar karena kita mengalami trauma di masa lalu yang pernah si dia lakukan kepada kita.

Keraguan itu entah mengapa sangat sulit dihilangkan apalagi jika kita memiliki trauma buruk di masa lalu bersama si dia. Ya, mungkin hal itu terlihat berlebihan dan salah. Karena di dalam suatu hubungan, kita diwajibkan untuk selalu percaya kepada pasangan kita. Jika kita ingin memiliki hubungan yang langgeng, kita memang diharuskan untuk membuang segala keraguan yang menghalangi kebahagiaan bersama si dia. Tetapi tetap saja, sangat sulit dalam mempraktekkannya. Apakah ini hal yang wajar? Sepertinya antara wajar dan tidak wajar ya?

Lucunya lagi, ketika kita bertemu dan berduaan dengan si dia, kita benar-benar merasakan kenyamanan seperti biasanya. Bercanda, ngobrol banyak, saling menjahili, dll. Namun ketika sedang tidak bersama, keraguan itu muncul kembali meskipun sikap dia biasa saja seperti tetap memberi kabar ke kita, perhatian, video call/telfon, dll. Entah bagaimana cara untuk menghilangkan keraguan ini. Meskipun pada kenyataannya, perasaan ragu itu sangat mengganggu kita.

Rasa trauma di masa lalu itu memang mengerikan dampaknya. Apalagi si dia melakukannya berkali-kali. Pasti bakal sulit mengembalikan kepercayaan kita kepada si dia. Saat kita merasakan keraguan itu, terkadang kita memilih untuk diam dan memendamnya. Alasannya simple, karena takut jika diceritakan ke si dia, si dia bakal berfikir kalau kita masih mengungkit2 masa lalu dan tidak percaya kepada dia. Ujung-ujungnya menjadi masalah lagi dan berantem lagi. Terus seperti itu siklusnya. Itulah sebabnya kita terkadang memilih memendamnya saat rasa ragu itu muncul.

Sebenarnya, ada solusi yang simple namun sulit dipraktekkan. Ya, jalani saja dulu. Solusi itu memang terlihat simple, tetapi bakal sulit dipraktikkan. Sebaiknya memang kita dianjurkan untuk menjalani dulu hubungan ini dengan dia yang mengatakan kalau tidak ingin mengulangi kesalahannya dulu. Lihat perkembangannya apakah dia nanti bakal mengulanginya atau tidak. Saat perasaan ragu itu muncul, alihkan saja dengan mengingat kebaikan si dia selama ini. Mungkin bagi sebagian orang cara ini tetap sulit menghilangkan keraguan. Tetapi tidak ada salahnya untuk dicoba. Jika suatu saat si dia mengulanginya lagi, ucapkan selamat tinggal kepada si dia. Ya, lebih baik tinggalkan dia dengan sifat buruknya itu. Biasanya, saat orang ditinggal oleh yang dia sayangi, dia kedepannya akan sadar dan merubah sifat buruknya. Jika kita tetap memaksakan sebuah hubungan dengan rasa keraguan tinggi, pasti kedepannya akan sulit menemukan kebahagiaan. Kecuali jika kita mampu melawan keraguan itu dan si dia memang benar-benar sudah sadar kemudian bersikap layaknya sebagai manusia normal.

Selasa, 12 September 2017

ARTI DARI “MENGHARGAI”

            

           Menghargai, mungkin kata ini sudah taka asing lagi bagi kita. Sebenarnya, banyak definisi dari kata “menghargai” itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, arti kata menghargai sangat beragam, diantaranya memberi, menentukan, menilai, membubuhi harga, menaksir harga, memandang penting, menghormati. Sejatinya kita sebagai manusia memang wajib untuk saling menghargai atas apa yang dicapai maupun yang diciptakan. Tujuan dari saling menghargai itu jelas, agar terciptanya kerukunan antar manusia.
            Menciptakan sikap menghargai di dalam diri sendiri merupakan sifat yang terpuji. Hal itu dikarenakan kita mampu melahirkan jiwa yang besar atas penghargaan yang kita berikan kepada orang lain. Tak munafik, diri kita sendiri pun juga ingin dihargai saat mampu mencapai suatu tujuan atau hasil yang telah kita capai dengan usaha keras. Maka dari itu penting bagi kita jika kita ingin dihargai, kita pun harus bisa menghargai perjuangan orang lain. Semua hal yang kita atau orang lain capai itu tak mudah perjuangannya. Apalagi jika pencapaian tersebut dipersembahkan untuk kita. Wajib hukumnya kita menghargainya meskipun terkadang kita merasa kurang puas atas apa yang diberikan orang lain kepada kita tersebut.
            Kata menghargai juga biasa sering kita dengar atau kita gunakan ketika kita memiliki pasangan. Ya, kata menghargai sudah menjadi hal yang lumrah dikalangan anak muda ataupun yang sudah menikah saat sedang dimabuk asmara. Banyak sekali perjuangan yang telah dilalui untuk bisa membahagiakan pasangan kita bukan? Di situlah kita terkadang ingin dihargai atau menghargai. Namun terkadang manusia itu lupa akan arti dari sebuah menghargai itu sendiri. Karena banyak sekali kasus perceraian atau putus cinta karena tidak saling menghargai. Misalkan saja ketika kita sudah berjuang keras untuk membahagiakannya, dia tidak 100% memandang perjuangan kita. Atau saat mereka sudah memperjuangkan kita, kita justru yang tak mampu menghargai perjuangan pasangan kita.
            Perjuangan manusia untuk melalui kesuksesan itu tidak mudah. Apalagi terkadang mereka atau kita sampai mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk bisa mencapai tujuannya. Ditambah jika tujuannya tersebut ternyata dipersembahkan untuk kita atau kita mempersembahkannya untuk si Dia. Saat itu juga, ternyata perjuangan yang telah mengorbankan segala hal tersebut tak dihargai. Rasanya sungguh mengecewakan. Untuk itulah kita harus belajar bagaimana cara menghargai perjuangan orang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan  melihat langsung proses untuk mencapai tujuan orang lain tersebut.
            Ya, dengan melihat proses, kita akan bisa menghargai perjuangan orang lain. Terkadang orang sering lupa bahwa proses lah yang paling terpenting, bukan hasil. Hasil dapat dirubah kapanpun. Namun jika proses? Proses tidak akan bisa dirubah apalagi jika proses tersebut melalui berbagai rintangan berat. Hukum bahwa proses yang berat akan menghasilkan hasil yang bagus itu tidak 100% tepat. Karena terkadang saat kita atau orang lain sudah berjuang dengan keras ternyata hasil kurang memuaskan. Nah, di situlah kita atau mereka dituntut untuk saling menghargai atas pencapaian itu. Dengan kita saling menghargai, secara psikologis akan mampu memberikan mood booster yang kuat agar kedepannya mampu menghasilkan yang lebih baik lagi.
            Pada intinya kita wajib melihat proses terlebih dahulu. Meskipun prosesnya mudah atau berat dengan hasil yang kurang, kita harus tetap menghargainya dan terus men-support agar mampu menghasilkan lebih baik lagi. Atau jika perlu, kita ikut membantu prosesnya agar menghasilkan yang lebih baik lagi. Misalkan saja seorang laki-laki yang sudah bekerja keras untuk membahagiakan pasangannya, namun tetap hasilnya kurang memuaskan, yah akan lebih baik jika pasangannya membantu sebisanya. Kalaupun tidak mampu membantu, support mereka terus dan hargai perjuangannya (dengan ikhlas tentunya). Aturan menghargai ini juga berlaku untuk sebaliknya, seorang laki-laki benar-benar bisa disebut laki-laki jika dia mampu menghargai pasangannya. Mungkin kata yang trend saat ini adalah “respect woman”.
            Itulah sedikit gambaran mengenai arti kata menghargai. Apapun hasil yang telah dicapai, hargailah! Lihatlah proses yang sudah dijalaninya, bukan hasil terlebih dahulu. Karena jika melihat hasil tanpa melihat proses, itu sama saja seperti bayi yang bisanya makan disuapi tanpa tahu dari apa dan bagaimana makanan itu dibuat. Jika tak enak, mereka merengek. Tentunya kita tak  mau disamakan dengan bayi bukan? So, saling menghargai atas perjuangan sesama itu wajib!


Oleh: Deaska E. Satya

Selasa, 22 Agustus 2017

72 TAHUN INDONESIA MERDEKA

               72 Tahun sudah bangsa ini merdeka. Setelah 350 tahun Indonesia dijajah oleh bangsa lain, akhirnya tepat 72 tahun yang lalu Indonesia menyatakan diri untuk merdeka. Selama 350 tahun tersebut, Indonesia benar dihadapkan dengan situasi yang amat mengerikan. Mulai dari pembantaian oleh kelompok komunis, kerja paksa oleh Jepang, perebutan wilayah dan lain-lain. Dalam kurun waktu yang sangat lama tersebut, Indonesia dijajah oleh berbagai Negara seperti Jepang, Portugis (saat ini Portugal), Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang. Negara2 tersebut benar-benar serius untuk memperebutkan Indonesia yang kaya akan hasil buminya. Bahkan mereka saling menjatuhkan satu sama lain yang berimbas pada rakyat Indonesia. 
            Namun, dengan perjuangan yang tak kenal lelah dari para pejuang, Indonesia akhirnya mampu merdeka. Pelopor kemerdekaan Indonesia ialah Presiden pertama, Ir. Soekarno. Tepatnya 17 Agustus 1992, Soekarno membacakan teks proklamasi dihadapan publik Indonesia. 72 tahun sudah peristiwa itu telah dilewati. Banyak dari para pejuang saat itu masih hidup hingga saat ini. Mereka dikenal dengan veteran. Veteran merupakan orang yang memiliki pengalaman dalam berperang atau di dunia militer. Di Indonesia, veteran merupakan warga negara Indonesia yang bergabung dalam kesatuan bersenjata resmi yang diakui oleh pemerinta. Mereka berperan secara aktif dalam suatu peperangan menghadapi negara lain dan/atau gugur dalam pertempuran untuk membela dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau warga negara Indonesia yang ikut serta secara aktif dalam pasukan internasional di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melaksanakan misi perdamaian dunia,yang telah ditetapkan sebagai penerima Tanda Kehormatan Veteran Republik Indonesia (Wikipedia.com).
            Banyak para veteran Indonesia yang masih hidup hingga saat ini. Bahkan tak sedikit yang masih memiliki tubuh yang sehat diusia yang sudah tak muda lagi. Namun sayangnya, banyak dari mereka masih belum merasakan “kemerdekaan” yang sesungguhnya. Yaitu mendapatkan kehidupan yang layak. Ya, banyak veteran Indonesia saat ini masih hidup di bawah standar kehidupan normal. Meskipun mereka mendapatkan tunjangan, namun ternyata tunjangan tersebut masih jauh dari kata layak. Kurang sebanding dengan perjuangan mereka yang rela berkorban nyawa demi kemerdekaan Negeri ini. Saat ini, veteran RI mendapatkan tunjangan di bawah 2 juta rupiah. Untuk hidup di kota besar seperti Jakarta, uang 2 juta terasa kurang karena standar biaya hidup di Jakarta adalah sekitar 3 juta rupiah. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat perjuangan mereka yang begitu luar biasa untuk kemerdekaan RI. Tanpa mereka, mungkin saat ini kita tidak akan merasakan udara kebebasan meskipun saat ini Indonesia belum 100% merdeka.
            Alangkah lebih baik jika para veteran diberikan jaminan hidup yang lebih layak atas pengabdian mereka untuk memerdekakan RI. Seperti memberikan tempat tinggal layak gratis beserta bebas pajak, pemberian tunjangan di atas 2.5 juta rupiah, pelayanan kesehatan gratis, dan lain-lain. Tunjangan2 tersebut jika dilihat, sebenarnya tidak ada apa-apanya dengan perjuangan mereka yang rela mati untuk memerdekakan negeri ini. Bahkan tidak berlebihan jika para veteran tersebut mendapatkan tunjangan2 itu. Karena selama ini, mereka kebanyakan masih hidup di bawah standar meskipun ada juga veteran yang mendapatkan kehidupan yang layak.
         Beberapa waktu lalu, ada sedikit angin segar pagi para veteran. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menyatakan bahwa akan ada peningkatan tunjangan secara merata bagi para veteran. Menurut mereka, meneruskan perjuangan para pendahulu merupakan penghormatan yang paling utama bagi para Veteran. Khususnya dengan memberikan tunjangan yang lebih layak bagi mereka. Kemhan pada tahun 2016 telah menyelesaikan penyusunan peraturan dan perundang-undangan yaitu: Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tanda Kehormatan Veteran RI dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 25 Tahun 2016 tentang Penetapan Kecacatan, Pemberian Santunan Cacat dan Tunjangan Cacat Serta Alat Bantu Tubuh Bagi Veteran RI. Selain itu, telah selesai pula Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2014 tentang Tunjangan Veteran, Tanda Kehormatan, Dana Kehormatan, Tunjangan Veteran dan Tunjangan Bagi Janda, Duda Serta Yatim Piatu Veteran. “Peraturan dan perundang-undangan tersebut nantinya akan bermuara pada pemberian hak dan peningkatan kesejahteraan Veteran maupun ahli warisnya”, jelas Menhan.
            Peraturan baru ini jelas merupakan tindakan positif dari Menhan. Pasalnya mereka sadar bahwa perjuangan para veteran begitu luar biasa dan patut mendapat apresiasi yang sebesar-besanya. Jika peraturan ini terealisasi, akan sangat besar pengaruhnya bagi veteran RI maupun Menhan. Karena mereka mampu memberikan sesuatu yang lebih baik lagi bagi para veteran negeri ini. Semoga peraturan ini cepat diimplementasikan agar kehidupan para veteran jauh menjadi lebih baik lagi dan mereka bisa lebih bahagia lagi karena diperhatikan oleh negara sendiri.
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA! JAYALAH DAN TERUSLAH MENJADI BANGSA YANG BESAR!
 Oleh: Deaska E. Satya

Senin, 12 Juni 2017

AGAMA ADALAH HIDAYAH

       
       Apa itu agama? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama merupakan system atau ajaran yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Di dunia ini, banyak sekali berbagai agama yang dianut oleh manusia. Islam, Hindu, Budha, Kristen, Khatolik, Konghucu, dan lain-lain. Agama tidak begitu saja diturunkan ke dalam diri kita sejak lahir, karena agama merupakan sebuah hidayah.


            Hidayah merupakan petunjuk yang diberikan oleh Tuhan agar kita dapat memiliki sebuah tujuan yang baik. Saat kita lahir, Tuhan telah memberikan hidayahnya kepada kita berupa agama yang kita anut saat ini. Tanpa sebuah hidayah, mungkin saat ini kita tidak memiliki tujuan dalam hidup bahkan tak mengenal agama. Namun, ada yang beranggapan bahwa agama itu merupakan warisan orang tua kita. Perlu kita ketahui, bahwa agama tidak begitu saja diwariskan kepada kita lewat orang tua kita.
            Warisan sendiri berarti peninggalan yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya. Warisan juga sesuatu yang dimiliki seseorang yang kemudian diberikan kepada orang lain (ahli waris). Artinya, jika agama merupakan warisan dari orang tua, maka kita sama saja mengesampingkan Tuhan yang sudah menggariskan kita sejak di dalam kandungan untuk memiliki agama apa. Karena jika agama merupakan warisan orang tua, berarti agama adalah pemberian orang tua, padahal sejatinya agama merupakan pemberian dari Tuhan, bukan pemberian dari orang tua.
            Warisan juga merupakan amanah yang diberikan kepada ahli warisnya agar selalu menjaganya atau mempergunakannya dengan baik. Namun nyatanya, di dunia ini banyak sekali manusia yang berpindah agama karena berbagai macam petunjuk yang ia terima. Contoh pemilik jejaring sosial Facebook, Mark Zurkerberg. Dahulu ia merupakan Yahudi, seperti yang orang tuanya anut. Akan tetapi kemudian ia memutuskan untuk menjadi Atheis karena berbagai hal. Ini membuktikan bahwa agama tidak 100% warisan. Karena setiap manusia pasti diberikan petunjuk untuk tetap menganut agama yang ia anut atau berpindah agama setelah melalui berbagai peristiwa/petunjuk. Seperti yang diketahui, bahwa warisan merupakan amanah yang harus dijaga baik-baik, namun banyak kasus seseorang yang berpindah agama. Contoh lain, seperti kisah keluarga Bhineka Tunggal Ika” asal Bantul, Yogyakarta.
            Tepatnya di Dusun Mandingan, Desa Ringinharjo, Kabupaten Bantul, di sana terdapat sebuah keluarga yang memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Mulai dari Ayah, Ibu, Anak pertama dan Anak kedua, mereka memiliki agama yang berbeda-beda. Ayahnya menganut ajaran Islam, Ibunya merupakan seorang Budha, Sedang Anak pertama dan kedua menganut agama Kristen Karismatik dan Kristen Jawa. Keluarga tesebut merupakan keluarga dari Bapak Djoni Efendi Halim. Mereka hidup saling berdampingan tanpa menimbulkan konflik karena kepercayaan yang berbeda-beda. Jika memang agama merupakan warisan dari orang tua, mengapa masih ada contoh satu keluarga yang memiliki agama yang berbeda dari orang tuanya? Ketika agama bisa disebut sebagai warisan orang tua, itu berarti kita harus dan mau nggak mau harus mengikuti orang tua kita. Padahal banyak kasus bahwa satu keluarga memiliki perbedaan agama sejak kecil.
            Itulah mengapa kurang tepat jika kita menyimpulkan bahwa agama merupakan warisan. Karena tidak semua manusia mengikuti agama dari orang tuanya bahkan sejak lahir. Namun, kembali kepada diri kita masing-masing. Apakah kita mau beranggapan bahwa agama merupakan warisan dari orang tua apa agama merupakan sebuah hidayah yang diturunkan oleh Tuhan kita kepada kita sejak kita berada di dalam kandungan. Ini hanyalah sebuah opini dan setiap orang diperbolehkan untuk beropini dan saling memberikan komentar.

Oleh: Deaska E. Satya

Rabu, 08 Maret 2017

LEADER VS BOS

https://blanchardgroupconsulting.files.wordpress.com/2016/02/leader3.jpg           Leader merupakan seseorang yang memiliki jiwa untuk memimpin sebuah organisasi tertentu. Seperti yang kita ketahui, dalam sebuah organisasi atau kelompok, diperlukan seorang pemimpin. Namun terkadang banyak orang yang salah mengartikan bahwa pemimpin itu adalah seorang “Bos”. Perlu diketahui, seorang pemimpin dengan bos itu berbeda. Banyak hal yang membedakan antara pemimpin dengan seorang bos.
            Bos, merupakan seseorang yang selalu memerintah orang lain atau bawahan. Mereka lebih sering mementingkan kepentingan sendiri daripada orang lain. Bahkan terkadang selalu melimpahkan masalah kepada orang lain. Misalkan, ketika bawahannya berbuat kesalahan entah itu masalah besar atau kecil, seorang bos akan tetap menyalahkan karyawannya tersebut. Dia tidak mau tahu, masalah itu harus selesai bagaimanapun caranya.
            Berbeda dengan seorang pemimpin, mereka lebih peduli terhadap siapapun di dalam organisasi tersebut. Mereka lebih banyak merangkul orang lain dan mengajak bersama-sama untuk menyelesaikan sebuah masalah. Sangat jarang seorang pemimpin memerintahkan orang lain untuk menyelesaikan masalah itu sendiri. Bahkan terkadang seorang pemimpin rela merasakan apa yang dirasakan orang lain entah itu suka maupun duka.
            Seorang bos, juga lebih sering mengatakan “saya”. Maksudnya adalah saat kita bekerja disebuah perusahaan, seorang bos akan lebih sering mengatakan “saya bos di sini!, saya yang berhak atas hal ini itu!”, dll. Lain halnya dengan seorang pemimpin. Jika seseorang memiliki jiwa pemimpin, maka mereka akan selalu berkata “kita”. “Kita berhasil!”, “Kita akan menjadikan perusahaan ini maju!”, “Kita akan selesaikan masalah ini bersama.”, dll. Tak khayal jika seorang pemimpin sangat dicintai orang lain karena mereka mau berjuang bersama dengan orang lain.
            Seorang bos juga lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada orang lain, sehingga terkadang orang lain merasa dirugikan. Saat kita sudah berjuang sekuat tenaga untuk membantu suatu perusahaan sampai maju, kita hanya mndapatkan upah yang tak layak. Sedangkan bos sendiri mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dia masa bodoh dengan proses yang sudah kita lalui, karena dia lebih mementingkan hasil, bukan proses. Asalkan itu menguntungkan bagi dirinya meskipun kita sampai sakit-sakitan mencapainya, dia akan merasa masa bodoh. Berbeda dengan seorang pemimpin, pemimpin akan lebih menghargai perjuangan orang lain atau bawahannya. Mereka lebih melihat proses yang dilalui, bukan hasil terlebih dahulu. Saat kita sudah berjuang sekuat tenaga, maka seorang pemimpin akan mengapresiasi perjuangan kita dengan berbagai cara. Bahkan mereka tak segan-segan ikut merasakan perjuangan orang lain meskipun dia sudah menjadi seorang manager.
            Pemimpin juga memiliki jiwa dapat merubah manajemen menjadi lebih baik. Pemimpin dapat merubah manajemen buruk menjadi lebih baik sehingga memberikan dampak positif bagi perkembangan perushaaan/organisasi. Saat terdapat kekurangan, mereka akan dapat mampu merubah kekurangan tersebut menjadi lebih baik lagi. Namun berbeda dengan seorang bos. Memang, dia juga mampu merubah sesuatu menjadi lebih baik, tetapi lebih baik bagi dirinya sendiri, bukan lebih baik baik orang lain. Orang lain hanya akan merasa lebih terbebani dengan ambisinya tersebut, sedang dia menikmati hasil nya. Jika seorang pemimpin, dia tidak akan membebankan sesuatu untuk impiannya, tetapi mengajak bersama untuk berjuang mencapai impian tersebut.
            Itulah sedikit gambaran mengenai bos dengan pemimpin. Jika kita ingin menjadi makhluk yang maju, maka jadilah pemimpin, bukan seorang bos. Jiwa seorang bos hanya akan merugikan diri sendiri karena otomatis akan membuat tidak nyaman orang lain. Yang bos pikirkan hanyalah keuntungan pribadi tanpa peduli oran-orang yang sudah membantunya. Jika kita mampu menjadi seorang pemimpin, kita pasti akan dicintai orang lain. Karena seorang pemimpin lebih kepada merangkul orang lain. Sehingga orang lain akan merasakan kenyamanan saat bekerja. Ingat, orang lain juga sama dengan kita, sama-sama ingin mendapatkan apa yang dimimpikan.

Jumat, 01 April 2016

Humor, Senjata Ampuh Untuk Mengajar Siswa/Siswi

              

             Menjadi seorang guru merupakan tugas yang sangat berat. Mereka dituntut untuk melahirkan sosok penerus bangsa yang hebat dan memiliki daya saing kuat. Oleh karenanya setiap mengajar muridnya, seorang guru diharapkan mampu menyampaikan pelajaran dengan baik dan benar. Bahkan terkadang sekolah tempat guru tersebut mengajar menuntut agar seorang guru memiliki prosedur mengajar yang singkat dan dapat diingat dengan mudah oleh setiap muridnya. Berbagai cara pun dilakukan,  mulai dari cara yang keras, lembut, tegas, dan lain-lain. Tetapi, banyak kasus yang sering ditemui bahwa sebagian besar guru mengajar dengan teknik keras dan tegas. Jadi suasana kelas tersebut terkesan seperti “penjara” bagi siswa/siswinya.

            Suasana yang terlampau tegang justru akan membuat siswa/siswinya mengalami stress dan tidak konsentrasi. Misalkan saat guru tersebut mengajar, selalu menerapkan aturan jika ada yang berbicara sendiri, akan dikurangi nilainya atau dimarah-marahi. Suasana tegang tersebut biasanya didampingi oleh sistem mengajar yang monoton alias tidak menarik sama sekali. Dampak langsung yang timbul biasanya siswa menjadi mengantuk dan kurang konsentrasi. Ujung-ujungnya siswa tidak mampu berkembang, kurang mampu mengingat apa yang disampaikan karena terlalu fokus untuk tenang dan monoton, dan nilai jelek. Apakah semua ini tujuan dari mengajar? Pastinya tidak karena setiap guru pasti mengharapkan anak didiknya mendapatkan nilai tinggi dan berkembang.

            Tahukah anda, teknik mengajar dengan menyelipkan humor di dalamnya, merupakan cara ampuh untuk membuat siswa menjadi lebih fokus belajar? Ya, dengan menciptakan suasana belajar yang ideal seperti menyelipkan humor di dalamnya, maka siswa akan menjadi lebih menikmati proses belajar. Tidak hanya itu, suasana kelas pun menjadi lebih hidup, fresh dan menyenangkan. Alhasil, siswa menjadi mudah untuk menyerap pelajaran yang ia dapatkan. Anak-anak juga akan suka dengan guru yang mengajarinya tersebut karena “bersahabat” dengan murid-muridnya. Bandingkan dengan guru yang hanya menuntut siswanya untuk menjadi nomor satu tanpa memikirkan suasana belajar, pastinya siswa lebih banyak yang kurang semangat.


            Suatu kegiatan yang dikerjakan dengan suasana hati yang bahagia dan menyenangkan, akan menghasilkan sesuatu yang indah pula.. Ibarat saat kita melakukan aktivitas hobi kita, pasti kita akan merasa semangat dan bahagia. Begitupun dengan belajar, siswa akan cepat meresap apa yang guru sampaikan asalkan guru dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Sebenarnya tidak hanya humor saja yang dapat membantu siswa menyerap pelajaran. Banyak cara lainnya seperti menyelipkan game ringan di tengah kegiatan belajar, break 5 menit dengan diputarkan musik ringan yang menenangkan pikiran, menciptakan reward bagi murid yang mampu menonjol, dan lain-lain. Guru juga merupkan salah stu faktor kunci dalam menciptakan generasi muda yang berkualitas selain otak cerdas dari siswanya. Oleh karena itu, guru yang hebat adalah guru yang mampu mencairkan suasana kelas dan mengerti apa yang murid butuhkan.

Selasa, 29 Maret 2016

PR MEMBUAT SISWA MENGALAMI KEMUNDURAN?



      Pekerjaan rumah, atau biasa disingkat “PR”, merupakan suatu pekerjaan yang harus dikerjakan di rumah. Misalkan saja seorang guru matematika yang memberikan soal sebanyak 10 buah dan harus dikerjakan di rumah, kemudian dibahas atau dikumpulkan di hari tertentu. Menurut sebagian besar guru, PR sangat berperan penting untuk kemajuan siswanya. Hal tersebut dikarenakan PR dapat melatih siswa menjadi lebih pandai dalam mengerjakan soal. Alasan inilah yang membuat seluruh sekolah di Indonesia menerapkan PR sebagai tugas yang cocok untuk melatih siswa menjadi lebih pintar. Namun, tahukah anda bahwa ternyata PR bisa menjadi “ancaman” bagi perkembangan otak dan mental anak?
        
       Banyak orang bertanya-tanya, bagaimana mungkin, hanya dengan PR, setiap anak mengalami stress, kemunduran, dan sejenisnya? Jika dipikirkan, PR memang tidak “berbahaya” bagi siswa. Ya, PR tidak akan menjadi “berbahaya” asalkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak! Jika PR hanya diberikan sesuai kebutuhan atau lebih tepatnya tidak berlebihan, maka PR akan menjadi suatu sarana yang baik bagi perkembangan otak dan mental anak. Siswa yang diberikan PR sesuai kebutuhan, bisa jadi anak tersebut akan menjadi anak yang pandai, cekatan, bertanggung jawab, terbiasa dengan soal-soal sulit maupun mudah, dan sejenisnya. Orang tua dan guru mana yang tidak mau anak/siswanya tumbuh menjadi anak yang hebat? Namun, banyak kasus di Indonesia seorang siswa yang mengalami stress, depresi, tidak mengalami kemajuan, karena terlalu banyak PR yang diberikan oleh sekolah.
       
       Dampak dari pemberian PR yang berlebihan sangat besar, seperti depresi, stress, tidak percaya diri, mudah putus asa, malas, bahkan mengalami kemunduran. Bayangkan, ketika masih SD, anak tersebut merupakan anak yang rajin, pandai, percaya diri, dan sejenisnya, kemudian berubah 180 derajat menjadi sosok yang mudah stress, depresi, malas hanya karena semakin banyak PR yang diberikan. Misalkan saja seorang siswa yang diberikan masing-masing satu PR dari pelajaran yang berbeda secara bersamaan, dan dibahas/dikumpulkan di hari yang sama. Memang, awalnya anak itu tidak akan terkena dampaknya, namun lama-kelamaan, anak tersebut akan merasakan dampaknya seperti mudah marah-marah, stress, kurang percaya diri, malas, bahkan bisa jatuh sakit. Ibarat kata, kita sebagai orang tua yang bekerja di kantor kemudian diberikan tugas yang menumpuk hingga lembur kerja pun belum mampu menyelesikannya, kemudian dibawa pulang. Alhasil, kita pun juga akan meraskan stress berat. Sama halnya anak-anak atau juga mahasiswa yang terlalu banyak mendapat tugas/PR dari sekolahnya.
         
        Sudah sepantasnya hal kecil seperti ini perlu diperhatikan. Sebagai seorang guru, akan lebih baik jika ikut merasakan apa yang dirasakan anak didiknya. Sah-sah saja memberikan PR, malah justru dianjurkan, tetapi jangan terlalu banyak sampai membebani anak. Banyak sekolah yang saat ini menerapkan satu mata pelajaran diampu oleh satu guru. Hal inilah yang terkadang memicu ketidak tahuan antara guru satu dengan guru yang lain dalam memberikan tugas atau PR. Bagaimana cara mengatasinya? Mudah saja, cukup dengan bertanya kepada muridnya “apakah ada PR/tugas dari pelajaran lain?”, “Kapan dikumpulkannya?” Ketika semua anak menjawab “ada” dan dikumpulkan hari esok atau dalam waktu dekat, seorang guru hanya tinggal menyesuaikannya. Menyesuaikannya tersebut dengan memberikan keputusan apakah diberikan PR/tugas atau tidak  dan jika diberikan, sesuaikan waktu pengumpulannya dengan diusahakan jangan terlalu dekat dengan PR/tugas dari pelajaran lain. Mungkin bagi sebagian guru menganggap cara ini terlalu ribet, tetapi kembali kepada perasaan kita sebagai manusia yang seharusnya memikirkan satu sama lain meskipun beda status! Jika siswanya menjadi orang yang sukses, siapakah yang akan mendapat apresiasi? Pasti guru yang mengajarnya dulu bukan?