PENDAHULUAN
Reklame
merupakan media periklanan besar yang biasanya terpampang atau dipasang di tepi
jalan yang banyak dilalui oleh pengguna jalan. Tujuan pemasangan reklame ini
adalah untuk mempromosikan sebuah produk agar menarik peminat pelanggan agar membeli
produk tersebut atau hanya sekedar mengajak dan memberikan informasi. Reklame
Ini biasanya berukuran sangat besar dan biasa terpampang di perempatan traffic
light. Karena disamping orang banyak berhenti karena traffic light juga dapat
mudah dibaca oleh pengguna jalan. Reklame ini beraneka macam, ada yang
berbentuk spanduk, baleho, poster, dan lain-lain.
Di
Indonesia sendiri kecenderungan menggunakan reklame sangat besar. Karena jika
menggunakan iklan di media elektronik, memakan biaya yang tinggi dan dirasa
ribet bagi banyak kalangan pemilik produk atau sejenisnya tersebut. Lihat saja
di berbagai sudut atau pusat Kabupaten/Kota, pasti akan mudah menemukan reklame
yang besar atau kecil. Sebut Saja di Yogyakarta. Yogyakarta merupakan salah
satu daerah terbesar dan tingkat penggunaan reklame cukup tinggi. Alasan yang
mendasar adalah karena Yogyakarta merupakan salah satu Kota Terbesar disamping
Ibu Kota, Jakarta atau Semarang, dan lain-lain. Bahkan tidak sedikit dari
penggunaan reklame di Jogja tidak memenuhi standar pemasangan reklame.
Hal
tersebut mengakibatkan penataan Kota Yogyakarta terganggu. Tak khayal jika
keindahan Kota Yogyakarta menjadi tertutup oleh banyaknya pemasangan reklame di
daerah tersebut. Yang lebih mirisnya lagi, banyak di antara pemasangan reklame
tersebut belum memenuhi izin pemasangan reklame di Daerah Istimewa itu. Dampak
besar pun muncul karena kecurangan-kecurangan ini. Salah satunya adalah
Pendapatan Asli Daerah di Kota Yogyakarta mengalami penurunan yang drastis. Tidak
hanya kebersihan Kota yang terancam, tetapi juga kebersihan Kota Gudheg itu
terancam. Karena saking banyaknya reklame-reklame liar itu, kebersihan Kota
Yogyakarta menjadi tidak terkendali. Bayangkan saja jika Kota Yogyakarta ini
tertutup oleh banyaknya reklame-reklame yang tidak teratur itu, pasti akan
mengurangi minat pengunjung di Kota Yogyakarta. Permasalahan yang muncul ini
sangat membutuhkan solusi yang tepat dan cepat. Agar keindahan KotaYogyakarta
kembali seperti semula dan tidak terganggu oleh reklame-reklame liar.
PEMBAHASAN
1. Analis
Mengapa Di Yogyakarta banyak terjadi pemasangan reklame liar (tidak resmi).
Dalam kasus
pemasangan reklame liar yang terjadi di Kota Yogyakarta, ada alasan mengapa
pemasangan reklame liar di Yogyakarta semakin trend. Alasan yang paling tepat
menurut saya adalah belum adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang
penertiban reklame. Disamping itu, dalam Perda Kota Yogyakarta juga belum ada
yang mengatur snaksi terkait pemasangan reklame liar. Sampai saat ini
pembahasan Perda terkait pemasangan reklame masih dilaksanakan oleh DPRD Kota
Yogyakarta. Dari belum adanya Perda yang mengatur inilah, banyak oknum yang
tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan yang ada. Sehingga muncul
banyak reklame liar di kawasan Kota Yogyakarta. Bahkan kawasan yang harusnya
bebas reklame seperti Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Sudirman, dan Malioboro masih
terpampang banyak reklame yang menutupi kawasan tersebut. Lebih parahnya lagi,
banyak reklame yang terpasang di fasilitas publik seperti tiang listrik, tiang
traffic light, halte bus, dan lain-lain. Seperti yang disampaikan Ketua Badan
Legislasi, Evian Parmunadi, Khusus untuk Raperda Reklame, dewan masih menungggu
kajian dari eksekutif mengenai pendirian tiang reklame menggunakan IMBB. Hanya,
pembahasan Raperda ini diperkirakan mandeg lantaran munculnya persoalan pada
rapat banggar. "Setelah pembahasan di banggar ternyata ada banyak
permasalah soal reklame. Jadi kami belum tahu kapan lagi jadwal
pembahasannya," terang Ervian Bulan Oktober lalu. Disamping Perda yang
belum ada, alasan lainnya adalah rumitnya aturan yang dibuat untuk pemasangan
reklame yang ada. Persyaratan yang rumit ini memang niatnya bagus agar bisa
membatasi reklame yang dipasang, tetapi juga membuat para oknum curang ini beraksi
dengan cara memasang reklame liar tanpa izin apapun. Seperti yang terjadi di
Kulonprogo, pemasangan reklame liar disana pun sangat marak. Hal ini akibat
dari Perda pajak yang hanya mengatur tentang ketentuan pidana yang diatur
hanyalah apabila pemasang reklame melaporkan jumlah reklame yang dipasang tapi
tidak sesuai data riil di lapangan. Contohnya, jika pemasang iklan memasang
delapan reklame tapi hanya melaporkan ke pemerintah sebanyak tujuh buah. “Tapi
kalau pemasang iklan tidak melaporkan ke pemerintah atau tidak mengurus izin,
tidak ada sanksi pidana yang bisa diambil. Jadi di sini letak kelemahannya dan
menjadi pangkal semrawutnya masalah reklame di Kulonprogo,” kata Qomarul Hadi,
Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satpol PP Kulonprogo Bulan Agustus
lalu.
2. Sejauhmana
tingkat keberhasilan pemerintah dalam menertibkan pajak reklame tersebut.
Penertiban
reklame liar ini sangat dibutuhkan agar tidak semakin merusak keindahan,
kebersihan, dan merusak Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. Memang,
Yogyakarta sangat luas dan sulit menertibkan reklame-reklame liar tersebut.
Tetapi Pemerintah Yogyakarta masih bisa menertibkan permasalahan tersebut.
Karena Dinas Ketertiban Yogyakarta sekarang sedang mengupayakan pembersihan
reklame-reklame liar tersebut. Dintib tidak bekerja sendiri, tetapi bekerjasama
dengan komunitas sampah visual. Pembersihan ini dilakukan pada saat malam hari
dan dengan sistem mobilitas, yaitu bergerak terus sampai bisa menetralisir Kota
Yogyakarta menjadi Kota yang bisa mengendalikan ledakan reklame, khususnya
reklame liar. Sejauh ini kinerja Pemerintah Yogyakarta sudah bagus. Bahkan
kawasan Tugu dan Malioboro sudah mulai bebas dari reklame-reklame yang menutupi
pemandangan masyarakat. Karena Pemerintah setempat menetapkan denda sebesar Rp.
50 Juta bagi pelanggar pemasangan reklame itu. “Di persimpangan Tugu dengan
radius 100-200 meter nantinya tidak boleh dipasangi reklame,” ujar Ketua Komisi
C DPRD Kota Yogyakarta, Zuhrif Hudaya. Hal ini membuktikan bahwa Pemerintah
Yogyakarta sudah jauh dalam upaya menertibkan reklame-reklame yang berdiri
tersebut. Tidak Hanya kawasan Tugu dan Malioboro saja yang akan sudah mulai
bebas dari reklame-reklame yang membludak, tetapi juga kawasan Kraton
Yogyakarta, Jalan Mangkubumi, dan Jalan Trikora yang menuju Kraton Yogyakarta.
Pihak Banggar DPRD Kota Yogyakarta juga sudah menaikkan Dana untuk menertibkan
reklame-reklame liar itu yang sebelumnya murni hanya Rp. 300 Juta, kini menjadi
Rp. 2.3 Miliar. Maksud dari menaikkan anggaran penertiban reklame yang
membludak ini agar Pemkot Yogyakarta bisa lebih intensif terkait penertiban
reklame-reklame tersebut. Selama Januari hingga Juli 2013 ini, Dinas Ketertiban
Kota Yogyakarta telah menertibkan sedikitnya 242 reklame tak berizin di Kota
Yogyakarta. Semua itu telah membuktikan bahwa penertiban reklame di Kota
Yogyakarta sudah lumayan jauh dan semakin baik. Jika terus seperti ini,
kemungkinan kedepan akan lebih baik lagi.
3. Pengaruh
keberhasilan menertibkan reklame-reklame liar terhadap PAD Kota Yogyakarta.
Keberhasilan
untuk menertibkan rekalme-reklame di Kota Yogyakarta terhadap PAD menurut saya
tidak begitu berpengaruh. Tetapi harus tetap ditangani karena menganggu
keindahan Kota Yogyakarta. Karena menurut data yang saya dapatkan, Pendapatan
Asli Daerah Kota Yogyakarta adalah Rp. 180 Miliar seperti yang disampaikan oleh
Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Henry Kuncoroyekti. Dari total PAD yang masuk
tersebut, jumlah pajak reklame-reklame yang masuk ke PAD Kota Yogyakarta hanya
Rp. 6 Miliar. Dari pendapatan tersebut, menurut saya kurang memberikan dampak
signifikan bagi PAD Kota Yogyakarta. Pendapatan tidak sebanding dengan apa yang
terjadi sekarang, yaitu meledaknya reklame-reklame di Kota Yogyakarta. Perlu
adanya peningkatan pajak agar pajak yang dihasilkan dari reklame-reklame di
Kota Yogyakarta menyumbang PAD yang sepadan dengan jumlah reklame yang meledak.
Terkait dengan realisasi PAD dari jenis pajak reklame, tiap tahun mengalami
kenaikan. Pada tahun 2011 ditargetkan Rp 5,3 miliar, terealisasi Rp 5,4 miliar.
Tahun 2012 dari target Rp 6,4 miliar, realisasinya mencapai Rp 6,3 miliar.
Sedangkan tahun 2013 ini ditargetkan Rp 6,8 miliar. Jika upaya menertibkan
reklame-reklame liar tersebut, akan ada dua kemungkinan yang bisa terjadi.
Pertama, jika para oknum yang memasang reklame liar tersebut mau mengurus izin
pemasangan reklame, maka PAD Kota Yogyakarta akan naik namun tetapharus dengan
penataan reklame-reklame tersebut agar rapi dan keindahan tetap terjaga.
Kemungkinan kedua adalah PAD Kota Yogyakarta akan tetap jika saja para oknum
pemasang reklame-reklame liar tersebut tidak mau mengurus izin pemasangan.
4. Rekomendasi
untuk menata kembali reklame agar dapat berkurang
Meledaknya
reklame yang terjadi di Kota Yogyakarta ini memang tidak boleh di kesampingkan.
Karena bisa mengganggu pajak yang masuk ke PAD Kota Yogyakarta, merusak
keindahan dan kebersihan Kota Yogyakarta, dan lain-lain. Reklame liar disini
menurut saya ada dua macam, pertama reklame yang tidak pada tempatnya. Seperti
penempatan reklame di kawasan bebas reklame dan yang kedua adalah pemasangan
reklame yang tidak membayar pajak. Untuk permasalahan pemasangan reklame yang
tidak pada tempatnya tersebut perlu Perda yang kuat agar para oknum tersebut
tidak memasang reklame-reklame di kawasan tersebut. Perda yang kuat disini
berarti memperkuat sanksi yang ada jika ada oknum yang melanggar lagi. Misalkan
dengan menaikkan denda pemasangan reklame liar tersebut sampai angka Rp. 50
Juta per reklame. Kemudian setelah membentuk Perda yang lebih kuat tersebut,
perlu adanya sosialisasi terkait perizinan pemasangan reklame, sanksi yang
diterima jika melanggar, dan sejenisnya. Agar para pemsasang reklame itu bisa
berfikir kembali untuk melakukan kecurangan tersebut. Dan yang sudah memasang
reklame di kawasan bersih reklame tersebut jera. Tidak hanya di kawasan bebas
reklame saja, tetapi juga dikawasan-kawasan lain agar Kota Yogyakarta ini
tertata lebih baik lagi. Setelah semua tertib seperti semula, perlu adanya
peningkatan pajak bagi reklame yang sudah berdiri resmi agar bisa menaikkan PAD
Kota Yogyakarta. Seperti yang disampaikan oleh Walikota Yogyakarta Haryadi,
bahwa akan ada kenaikan pajak reklame sebesar 7% di tahun 2013 ini. Jika Perda
ini bisa dibentuk, maka akan banyak kawasan di Kota Yogyakarta yang bersih dar
reklame yang meledak. Walaupun terdapat pengurangan reklame, namun jika dapat
menaikkan pajak reklame tersebut, maka kemungkinan PAD dari pajak reklame tidak
akan menurun berlebihan. Masih tetap standar seperti sebelum penetapan
kenaikkan pajak dari reklame. Permasalahan kedua adalah pemasangan pajak liar
karena tidak membayar pajak. Hal ini sangat merugikan Kota Yogyakarta karena
membuat Kota Yogyakarta menjadi terlihat padat dan tidak tertata. Dan juga
menganggu PAD yang didapatkan dari pajak reklame. Perlu adanya penertiban
reklame-reklame yang tidak membayar pajak ini agar tidak menambah runyamnya
Kota Yogyakarta. Pihak Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta juga sudah menertibkan
reklame-reklame yang tidak membayar pajak tersebut karena tidak membuat izin
pendirian reklame. Dintib tidak sendirian untuk mengatasi permasalahan ini,
tetapi mengajak komunitas sampah visual untuk bekerjasama membersihkan reklame-reklame
yang tidak membayar pajak tersebut. Menurut saya, tidak hanya pembersihan saja
untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi juga memberikan sanksi pidana dan
denda bagi pelaku pendiri reklame liar itu.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar