Senin, 25 November 2013

Pengembangan Potensi Daerah

PENDAHULUAN
Reklame merupakan media periklanan besar yang biasanya terpampang atau dipasang di tepi jalan yang banyak dilalui oleh pengguna jalan. Tujuan pemasangan reklame ini adalah untuk mempromosikan sebuah produk agar menarik peminat pelanggan agar membeli produk tersebut atau hanya sekedar mengajak dan memberikan informasi. Reklame Ini biasanya berukuran sangat besar dan biasa terpampang di perempatan traffic light. Karena disamping orang banyak berhenti karena traffic light juga dapat mudah dibaca oleh pengguna jalan. Reklame ini beraneka macam, ada yang berbentuk spanduk, baleho, poster, dan lain-lain.
Di Indonesia sendiri kecenderungan menggunakan reklame sangat besar. Karena jika menggunakan iklan di media elektronik, memakan biaya yang tinggi dan dirasa ribet bagi banyak kalangan pemilik produk atau sejenisnya tersebut. Lihat saja di berbagai sudut atau pusat Kabupaten/Kota, pasti akan mudah menemukan reklame yang besar atau kecil. Sebut Saja di Yogyakarta. Yogyakarta merupakan salah satu daerah terbesar dan tingkat penggunaan reklame cukup tinggi. Alasan yang mendasar adalah karena Yogyakarta merupakan salah satu Kota Terbesar disamping Ibu Kota, Jakarta atau Semarang, dan lain-lain. Bahkan tidak sedikit dari penggunaan reklame di Jogja tidak memenuhi standar pemasangan reklame.
Hal tersebut mengakibatkan penataan Kota Yogyakarta terganggu. Tak khayal jika keindahan Kota Yogyakarta menjadi tertutup oleh banyaknya pemasangan reklame di daerah tersebut. Yang lebih mirisnya lagi, banyak di antara pemasangan reklame tersebut belum memenuhi izin pemasangan reklame di Daerah Istimewa itu. Dampak besar pun muncul karena kecurangan-kecurangan ini. Salah satunya adalah Pendapatan Asli Daerah di Kota Yogyakarta mengalami penurunan yang drastis. Tidak hanya kebersihan Kota yang terancam, tetapi juga kebersihan Kota Gudheg itu terancam. Karena saking banyaknya reklame-reklame liar itu, kebersihan Kota Yogyakarta menjadi tidak terkendali. Bayangkan saja jika Kota Yogyakarta ini tertutup oleh banyaknya reklame-reklame yang tidak teratur itu, pasti akan mengurangi minat pengunjung di Kota Yogyakarta. Permasalahan yang muncul ini sangat membutuhkan solusi yang tepat dan cepat. Agar keindahan KotaYogyakarta kembali seperti semula dan tidak terganggu oleh reklame-reklame liar.


PEMBAHASAN

1.      Analis Mengapa Di Yogyakarta banyak terjadi pemasangan reklame liar (tidak resmi).
Dalam kasus pemasangan reklame liar yang terjadi di Kota Yogyakarta, ada alasan mengapa pemasangan reklame liar di Yogyakarta semakin trend. Alasan yang paling tepat menurut saya adalah belum adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang penertiban reklame. Disamping itu, dalam Perda Kota Yogyakarta juga belum ada yang mengatur snaksi terkait pemasangan reklame liar. Sampai saat ini pembahasan Perda terkait pemasangan reklame masih dilaksanakan oleh DPRD Kota Yogyakarta. Dari belum adanya Perda yang mengatur inilah, banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan yang ada. Sehingga muncul banyak reklame liar di kawasan Kota Yogyakarta. Bahkan kawasan yang harusnya bebas reklame seperti Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Sudirman, dan Malioboro masih terpampang banyak reklame yang menutupi kawasan tersebut. Lebih parahnya lagi, banyak reklame yang terpasang di fasilitas publik seperti tiang listrik, tiang traffic light, halte bus, dan lain-lain. Seperti yang disampaikan Ketua Badan Legislasi, Evian Parmunadi, Khusus untuk Raperda Reklame, dewan masih menungggu kajian dari eksekutif mengenai pendirian tiang reklame menggunakan IMBB. Hanya, pembahasan Raperda ini diperkirakan mandeg lantaran munculnya persoalan pada rapat banggar. "Setelah pembahasan di banggar ternyata ada banyak permasalah soal reklame. Jadi kami belum tahu kapan lagi jadwal pembahasannya," terang Ervian Bulan Oktober lalu. Disamping Perda yang belum ada, alasan lainnya adalah rumitnya aturan yang dibuat untuk pemasangan reklame yang ada. Persyaratan yang rumit ini memang niatnya bagus agar bisa membatasi reklame yang dipasang, tetapi juga membuat para oknum curang ini beraksi dengan cara memasang reklame liar tanpa izin apapun. Seperti yang terjadi di Kulonprogo, pemasangan reklame liar disana pun sangat marak. Hal ini akibat dari Perda pajak yang hanya mengatur tentang ketentuan pidana yang diatur hanyalah apabila pemasang reklame melaporkan jumlah reklame yang dipasang tapi tidak sesuai data riil di lapangan. Contohnya, jika pemasang iklan memasang delapan reklame tapi hanya melaporkan ke pemerintah sebanyak tujuh buah. “Tapi kalau pemasang iklan tidak melaporkan ke pemerintah atau tidak mengurus izin, tidak ada sanksi pidana yang bisa diambil. Jadi di sini letak kelemahannya dan menjadi pangkal semrawutnya masalah reklame di Kulonprogo,” kata Qomarul Hadi, Kepala Seksi Penegakan Perundang-undangan Satpol PP Kulonprogo Bulan Agustus lalu.

2.      Sejauhmana tingkat keberhasilan pemerintah dalam menertibkan pajak reklame tersebut.
Penertiban reklame liar ini sangat dibutuhkan agar tidak semakin merusak keindahan, kebersihan, dan merusak Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. Memang, Yogyakarta sangat luas dan sulit menertibkan reklame-reklame liar tersebut. Tetapi Pemerintah Yogyakarta masih bisa menertibkan permasalahan tersebut. Karena Dinas Ketertiban Yogyakarta sekarang sedang mengupayakan pembersihan reklame-reklame liar tersebut. Dintib tidak bekerja sendiri, tetapi bekerjasama dengan komunitas sampah visual. Pembersihan ini dilakukan pada saat malam hari dan dengan sistem mobilitas, yaitu bergerak terus sampai bisa menetralisir Kota Yogyakarta menjadi Kota yang bisa mengendalikan ledakan reklame, khususnya reklame liar. Sejauh ini kinerja Pemerintah Yogyakarta sudah bagus. Bahkan kawasan Tugu dan Malioboro sudah mulai bebas dari reklame-reklame yang menutupi pemandangan masyarakat. Karena Pemerintah setempat menetapkan denda sebesar Rp. 50 Juta bagi pelanggar pemasangan reklame itu. “Di persimpangan Tugu dengan radius 100-200 meter nantinya tidak boleh dipasangi reklame,” ujar Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Zuhrif Hudaya. Hal ini membuktikan bahwa Pemerintah Yogyakarta sudah jauh dalam upaya menertibkan reklame-reklame yang berdiri tersebut. Tidak Hanya kawasan Tugu dan Malioboro saja yang akan sudah mulai bebas dari reklame-reklame yang membludak, tetapi juga kawasan Kraton Yogyakarta, Jalan Mangkubumi, dan Jalan Trikora yang menuju Kraton Yogyakarta. Pihak Banggar DPRD Kota Yogyakarta juga sudah menaikkan Dana untuk menertibkan reklame-reklame liar itu yang sebelumnya murni hanya Rp. 300 Juta, kini menjadi Rp. 2.3 Miliar. Maksud dari menaikkan anggaran penertiban reklame yang membludak ini agar Pemkot Yogyakarta bisa lebih intensif terkait penertiban reklame-reklame tersebut. Selama Januari hingga Juli 2013 ini, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta telah menertibkan sedikitnya 242 reklame tak berizin di Kota Yogyakarta. Semua itu telah membuktikan bahwa penertiban reklame di Kota Yogyakarta sudah lumayan jauh dan semakin baik. Jika terus seperti ini, kemungkinan kedepan akan lebih baik lagi.

3.      Pengaruh keberhasilan menertibkan reklame-reklame liar terhadap PAD Kota Yogyakarta.
Keberhasilan untuk menertibkan rekalme-reklame di Kota Yogyakarta terhadap PAD menurut saya tidak begitu berpengaruh. Tetapi harus tetap ditangani karena menganggu keindahan Kota Yogyakarta. Karena menurut data yang saya dapatkan, Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta adalah Rp. 180 Miliar seperti yang disampaikan oleh Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Henry Kuncoroyekti. Dari total PAD yang masuk tersebut, jumlah pajak reklame-reklame yang masuk ke PAD Kota Yogyakarta hanya Rp. 6 Miliar. Dari pendapatan tersebut, menurut saya kurang memberikan dampak signifikan bagi PAD Kota Yogyakarta. Pendapatan tidak sebanding dengan apa yang terjadi sekarang, yaitu meledaknya reklame-reklame di Kota Yogyakarta. Perlu adanya peningkatan pajak agar pajak yang dihasilkan dari reklame-reklame di Kota Yogyakarta menyumbang PAD yang sepadan dengan jumlah reklame yang meledak. Terkait dengan realisasi PAD dari jenis pajak reklame, tiap tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 ditargetkan Rp 5,3 miliar, terealisasi Rp 5,4 miliar. Tahun 2012 dari target Rp 6,4 miliar, realisasinya mencapai Rp 6,3 miliar. Sedangkan tahun 2013 ini ditargetkan Rp 6,8 miliar. Jika upaya menertibkan reklame-reklame liar tersebut, akan ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, jika para oknum yang memasang reklame liar tersebut mau mengurus izin pemasangan reklame, maka PAD Kota Yogyakarta akan naik namun tetapharus dengan penataan reklame-reklame tersebut agar rapi dan keindahan tetap terjaga. Kemungkinan kedua adalah PAD Kota Yogyakarta akan tetap jika saja para oknum pemasang reklame-reklame liar tersebut tidak mau mengurus izin pemasangan.

4.      Rekomendasi untuk menata kembali reklame agar dapat berkurang
Meledaknya reklame yang terjadi di Kota Yogyakarta ini memang tidak boleh di kesampingkan. Karena bisa mengganggu pajak yang masuk ke PAD Kota Yogyakarta, merusak keindahan dan kebersihan Kota Yogyakarta, dan lain-lain. Reklame liar disini menurut saya ada dua macam, pertama reklame yang tidak pada tempatnya. Seperti penempatan reklame di kawasan bebas reklame dan yang kedua adalah pemasangan reklame yang tidak membayar pajak. Untuk permasalahan pemasangan reklame yang tidak pada tempatnya tersebut perlu Perda yang kuat agar para oknum tersebut tidak memasang reklame-reklame di kawasan tersebut. Perda yang kuat disini berarti memperkuat sanksi yang ada jika ada oknum yang melanggar lagi. Misalkan dengan menaikkan denda pemasangan reklame liar tersebut sampai angka Rp. 50 Juta per reklame. Kemudian setelah membentuk Perda yang lebih kuat tersebut, perlu adanya sosialisasi terkait perizinan pemasangan reklame, sanksi yang diterima jika melanggar, dan sejenisnya. Agar para pemsasang reklame itu bisa berfikir kembali untuk melakukan kecurangan tersebut. Dan yang sudah memasang reklame di kawasan bersih reklame tersebut jera. Tidak hanya di kawasan bebas reklame saja, tetapi juga dikawasan-kawasan lain agar Kota Yogyakarta ini tertata lebih baik lagi. Setelah semua tertib seperti semula, perlu adanya peningkatan pajak bagi reklame yang sudah berdiri resmi agar bisa menaikkan PAD Kota Yogyakarta. Seperti yang disampaikan oleh Walikota Yogyakarta Haryadi, bahwa akan ada kenaikan pajak reklame sebesar 7% di tahun 2013 ini. Jika Perda ini bisa dibentuk, maka akan banyak kawasan di Kota Yogyakarta yang bersih dar reklame yang meledak. Walaupun terdapat pengurangan reklame, namun jika dapat menaikkan pajak reklame tersebut, maka kemungkinan PAD dari pajak reklame tidak akan menurun berlebihan. Masih tetap standar seperti sebelum penetapan kenaikkan pajak dari reklame. Permasalahan kedua adalah pemasangan pajak liar karena tidak membayar pajak. Hal ini sangat merugikan Kota Yogyakarta karena membuat Kota Yogyakarta menjadi terlihat padat dan tidak tertata. Dan juga menganggu PAD yang didapatkan dari pajak reklame. Perlu adanya penertiban reklame-reklame yang tidak membayar pajak ini agar tidak menambah runyamnya Kota Yogyakarta. Pihak Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta juga sudah menertibkan reklame-reklame yang tidak membayar pajak tersebut karena tidak membuat izin pendirian reklame. Dintib tidak sendirian untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi mengajak komunitas sampah visual untuk bekerjasama membersihkan reklame-reklame yang tidak membayar pajak tersebut. Menurut saya, tidak hanya pembersihan saja untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi juga memberikan sanksi pidana dan denda bagi pelaku pendiri reklame liar itu.

REFERENSI




Tidak ada komentar:

Posting Komentar