Pekerjaan rumah, atau biasa disingkat “PR”, merupakan
suatu pekerjaan yang harus dikerjakan di rumah. Misalkan saja seorang guru
matematika yang memberikan soal sebanyak 10 buah dan harus dikerjakan di rumah,
kemudian dibahas atau dikumpulkan di hari tertentu. Menurut sebagian besar
guru, PR sangat berperan penting untuk kemajuan siswanya. Hal tersebut
dikarenakan PR dapat melatih siswa menjadi lebih pandai dalam mengerjakan soal.
Alasan inilah yang membuat seluruh sekolah di Indonesia menerapkan PR sebagai
tugas yang cocok untuk melatih siswa menjadi lebih pintar. Namun, tahukah anda
bahwa ternyata PR bisa menjadi “ancaman” bagi perkembangan otak dan mental
anak?
Banyak
orang bertanya-tanya, bagaimana mungkin, hanya dengan PR, setiap anak mengalami
stress, kemunduran, dan sejenisnya? Jika dipikirkan, PR memang tidak
“berbahaya” bagi siswa. Ya, PR tidak akan menjadi “berbahaya” asalkan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan anak! Jika PR hanya diberikan sesuai kebutuhan
atau lebih tepatnya tidak berlebihan, maka PR akan menjadi suatu sarana yang
baik bagi perkembangan otak dan mental anak. Siswa yang diberikan PR sesuai
kebutuhan, bisa jadi anak tersebut akan menjadi anak yang pandai, cekatan,
bertanggung jawab, terbiasa dengan soal-soal sulit maupun mudah, dan
sejenisnya. Orang tua dan guru mana yang tidak mau anak/siswanya tumbuh menjadi
anak yang hebat? Namun, banyak kasus di Indonesia seorang siswa yang
mengalami stress, depresi, tidak mengalami kemajuan, karena terlalu banyak PR
yang diberikan oleh sekolah.
Dampak
dari pemberian PR yang berlebihan sangat besar, seperti depresi, stress, tidak
percaya diri, mudah putus asa, malas, bahkan mengalami kemunduran. Bayangkan,
ketika masih SD, anak tersebut merupakan anak yang rajin, pandai, percaya diri,
dan sejenisnya, kemudian berubah 180 derajat menjadi sosok yang mudah stress,
depresi, malas hanya karena semakin banyak PR yang diberikan. Misalkan saja
seorang siswa yang diberikan masing-masing satu PR dari pelajaran yang berbeda
secara bersamaan, dan dibahas/dikumpulkan di hari yang sama. Memang, awalnya
anak itu tidak akan terkena dampaknya, namun lama-kelamaan, anak tersebut akan
merasakan dampaknya seperti mudah marah-marah, stress, kurang percaya diri,
malas, bahkan bisa jatuh sakit. Ibarat kata, kita sebagai orang tua yang
bekerja di kantor kemudian diberikan tugas yang menumpuk hingga lembur kerja
pun belum mampu menyelesikannya, kemudian dibawa pulang. Alhasil, kita pun juga
akan meraskan stress berat. Sama halnya anak-anak atau juga mahasiswa yang
terlalu banyak mendapat tugas/PR dari sekolahnya.
Sudah
sepantasnya hal kecil seperti ini perlu diperhatikan. Sebagai seorang guru,
akan lebih baik jika ikut merasakan apa yang dirasakan anak didiknya. Sah-sah
saja memberikan PR, malah justru dianjurkan, tetapi jangan terlalu banyak
sampai membebani anak. Banyak sekolah yang saat ini menerapkan satu mata
pelajaran diampu oleh satu guru. Hal inilah yang terkadang memicu ketidak
tahuan antara guru satu dengan guru yang lain dalam memberikan tugas atau PR.
Bagaimana cara mengatasinya? Mudah saja, cukup dengan bertanya kepada muridnya
“apakah ada PR/tugas dari pelajaran lain?”, “Kapan dikumpulkannya?” Ketika
semua anak menjawab “ada” dan dikumpulkan hari esok atau dalam waktu dekat,
seorang guru hanya tinggal menyesuaikannya. Menyesuaikannya tersebut dengan
memberikan keputusan apakah diberikan PR/tugas atau tidak dan jika diberikan, sesuaikan waktu
pengumpulannya dengan diusahakan jangan terlalu dekat dengan PR/tugas dari pelajaran
lain. Mungkin bagi sebagian guru menganggap cara ini terlalu ribet, tetapi
kembali kepada perasaan kita sebagai manusia yang seharusnya memikirkan satu
sama lain meskipun beda status! Jika siswanya menjadi orang yang sukses,
siapakah yang akan mendapat apresiasi? Pasti guru yang mengajarnya dulu bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar