Selasa, 29 Maret 2016

PR MEMBUAT SISWA MENGALAMI KEMUNDURAN?



      Pekerjaan rumah, atau biasa disingkat “PR”, merupakan suatu pekerjaan yang harus dikerjakan di rumah. Misalkan saja seorang guru matematika yang memberikan soal sebanyak 10 buah dan harus dikerjakan di rumah, kemudian dibahas atau dikumpulkan di hari tertentu. Menurut sebagian besar guru, PR sangat berperan penting untuk kemajuan siswanya. Hal tersebut dikarenakan PR dapat melatih siswa menjadi lebih pandai dalam mengerjakan soal. Alasan inilah yang membuat seluruh sekolah di Indonesia menerapkan PR sebagai tugas yang cocok untuk melatih siswa menjadi lebih pintar. Namun, tahukah anda bahwa ternyata PR bisa menjadi “ancaman” bagi perkembangan otak dan mental anak?
        
       Banyak orang bertanya-tanya, bagaimana mungkin, hanya dengan PR, setiap anak mengalami stress, kemunduran, dan sejenisnya? Jika dipikirkan, PR memang tidak “berbahaya” bagi siswa. Ya, PR tidak akan menjadi “berbahaya” asalkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak! Jika PR hanya diberikan sesuai kebutuhan atau lebih tepatnya tidak berlebihan, maka PR akan menjadi suatu sarana yang baik bagi perkembangan otak dan mental anak. Siswa yang diberikan PR sesuai kebutuhan, bisa jadi anak tersebut akan menjadi anak yang pandai, cekatan, bertanggung jawab, terbiasa dengan soal-soal sulit maupun mudah, dan sejenisnya. Orang tua dan guru mana yang tidak mau anak/siswanya tumbuh menjadi anak yang hebat? Namun, banyak kasus di Indonesia seorang siswa yang mengalami stress, depresi, tidak mengalami kemajuan, karena terlalu banyak PR yang diberikan oleh sekolah.
       
       Dampak dari pemberian PR yang berlebihan sangat besar, seperti depresi, stress, tidak percaya diri, mudah putus asa, malas, bahkan mengalami kemunduran. Bayangkan, ketika masih SD, anak tersebut merupakan anak yang rajin, pandai, percaya diri, dan sejenisnya, kemudian berubah 180 derajat menjadi sosok yang mudah stress, depresi, malas hanya karena semakin banyak PR yang diberikan. Misalkan saja seorang siswa yang diberikan masing-masing satu PR dari pelajaran yang berbeda secara bersamaan, dan dibahas/dikumpulkan di hari yang sama. Memang, awalnya anak itu tidak akan terkena dampaknya, namun lama-kelamaan, anak tersebut akan merasakan dampaknya seperti mudah marah-marah, stress, kurang percaya diri, malas, bahkan bisa jatuh sakit. Ibarat kata, kita sebagai orang tua yang bekerja di kantor kemudian diberikan tugas yang menumpuk hingga lembur kerja pun belum mampu menyelesikannya, kemudian dibawa pulang. Alhasil, kita pun juga akan meraskan stress berat. Sama halnya anak-anak atau juga mahasiswa yang terlalu banyak mendapat tugas/PR dari sekolahnya.
         
        Sudah sepantasnya hal kecil seperti ini perlu diperhatikan. Sebagai seorang guru, akan lebih baik jika ikut merasakan apa yang dirasakan anak didiknya. Sah-sah saja memberikan PR, malah justru dianjurkan, tetapi jangan terlalu banyak sampai membebani anak. Banyak sekolah yang saat ini menerapkan satu mata pelajaran diampu oleh satu guru. Hal inilah yang terkadang memicu ketidak tahuan antara guru satu dengan guru yang lain dalam memberikan tugas atau PR. Bagaimana cara mengatasinya? Mudah saja, cukup dengan bertanya kepada muridnya “apakah ada PR/tugas dari pelajaran lain?”, “Kapan dikumpulkannya?” Ketika semua anak menjawab “ada” dan dikumpulkan hari esok atau dalam waktu dekat, seorang guru hanya tinggal menyesuaikannya. Menyesuaikannya tersebut dengan memberikan keputusan apakah diberikan PR/tugas atau tidak  dan jika diberikan, sesuaikan waktu pengumpulannya dengan diusahakan jangan terlalu dekat dengan PR/tugas dari pelajaran lain. Mungkin bagi sebagian guru menganggap cara ini terlalu ribet, tetapi kembali kepada perasaan kita sebagai manusia yang seharusnya memikirkan satu sama lain meskipun beda status! Jika siswanya menjadi orang yang sukses, siapakah yang akan mendapat apresiasi? Pasti guru yang mengajarnya dulu bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar