Senin, 02 Desember 2013

Ide Teknologi Ruang Angkasa, dari Bolpoin sampai Sumpit

Di Cina, saat ini sedang ada proyek riset perancangan alat antariksa presisi tinggi. Inspirasinya, sumpit dan sendok sup keramik Cina.

yungProfesor Yung Kai-leung dan salah satu alat temuannya, pelontar sampel batu Mars. (cnn.com/kompas.com)
Perkembangan peradaban, termasukteknologi, tak dimungkiri selalu melibatkan budaya di tempat ia berkembang. Teknologi dalam misi ulang alik alias ruang angkasa pun bukan perkecualian.
Legenda yang masih terus beredar di NASA, badan antariksa Amerika Serikat, misalnya. Pada 1960-an lembaga itu disebut mengembangkan ratusan ribu bolpoin yang bisa bekerja di gravitasi nol. Demikian pula badan antariksa Uni Sovietsekarang Rusiayang memiliki dana lebih sedikit, mengembangkan teknologi antariksanya dengan pensil sebagai modelnya.
Laiknya legenda, uji coba NASA yang melibatkan ribuan bolpoin itu sebenarnya dipicu kekhawatiran luar biasa tentang kerapuhan pesawat dan para astronaut di dalamnya ketika menembus atmosfer Bumi. Pada 1967, kekhawatiran mereka diuji dengan meledaknya Apollo 1.
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, tak bisa ditepis bahwa peran budaya berperan dalam penentuan pilihan alat uji coba teknologi. Kali ini, riset antariksa Cina menguatkannya. Pilihan benda yang menjadi inspirasi untuk uji coba teknologi tingkat tinggi ini pun kentara mewakili budaya yang identik dengan Cina.
Sumpit dan sendok keramikDi Hong Kong Polytechnic University, Cina, saat ini sedang ada proyek riset perancangan alat ruang angkasa dengan presisi tinggi. Inspirasinya, sumpit dan sendok sup keramik Cina. Riset itu dipimpin oleh Profesor Yung Kai-leung, Kepala Asosiasi Departemen Teknik dan Sistem Industri Hong Kong Polytechnic University
"Teknologi kami berbedas," kata Yung kepada CNN. "Tidak ada rekayasa kami yang menggunakan desain orang lain." Menurut Yung, ada kompleksitas luar biasa dalam misi teknologi luar angkasa, sedemikian hingga nyaris mendekati sidik jari yang tak satu pun benar-benar sama untuk menyikapi setiap persoalan.
"Ketika Anda berbicara tentang misi ruang angkasa, Anda harus mempertimbangkan semua kemungkinan akhirnya. Semua desain kami memiliki sejumlah alternatif. Bila satu bagian tak bekerja, maka bagian lain akan menggantikannya."
Untuk ekspedisi ke Mars dari Badan Antariksa Eropa (ESA), Yung telah merancang alat pembuat batu Mars untuk sampel dan latihan. Mekanisme dari alat itu menggunakan inti dari fungsi sepasang sumpit. 
Untuk penggali batunya, Yung merujuk pada prinsip sendok sup Cina berbahan keramik yang tahan panas dan mampu beroperasi dalam lubang yang dalam. Sendok ini diketahui berfungsi lebih baik untuk menciduk ke dalam mangkok nasi daripada sendok besi ala Barat.
Kini, Yung sedang bekerja menggarap kamera yang akan melengkapi robot dalam misi ke Bulan bersama pesawat Change 3 milik Cina. Kamera ini harus memenuhi segala spesifikasi untuk dapat bertahan di bulan, mulai dari suhu ekstrem di ruang hampa sampai kekuatan besar sekaligus fleksibel untuk memperbaiki masalah ketika ada gangguan.
Dengan jarak 380.000 kilometer antara Bumi dan Bulan, Yung mengatakan ada sedikit ruang kesalahan yang dimungkinkan. "Jika Anda melihat misi NASA, mereka kerap mendaratkan dua pendarat pada waktu yang sama. (Sebenarnya itu) hanya untuk meminimalkan risiko," ujar dia.
Masalah kontrol kualitas yang sangat ketat dalam misi Cina, sebut Yung, merupakan persoalan yang sama yang dihadapi misi luar angkasa Rusia baru-baru ini. "Jutaan hal bisa salah dan satu hal kecil dapat memengaruhi seluruh misi," kata dia. 
Pada misi Rusia, sebut Yung, persoalan ada pada sirkuit terpadu, satu lempeng dengan ribuan komponen elektronik. "Cukup satu (komponen) bermasalah, semua peralatan bermasalah," kata dia.
Yung menuturkan, pada 1960, lebih dari sepertiga misi luar angkasa mengalami kegagalan. Cina, kata dia, punya kemewahan dengan belajar dari kesalahan dua negara pelopor misi luar angkasa, Amerika dan Rusia. Meski demikian, kata dia, saat-saat peluncuran akan tetap menegangkan bagi orang-orang Hongkong ini.
"Katakanlah soal komunikasi, untuk contoh sederhana. Jika antena (pesawat) tak mengarah ke Bumi, maka Anda tak akan pernah menerima sinyal komunikasi," ujar Yung. "Anda harus mempertimbangkan segala kemungkinan, sampai ke hal-hal yang bahkan tak bisa Anda bayangkan."
Tim Yung bahkan harus mengukur jumlah uang yang keluar per menit, dari logam dalam instrumen yang digunakan, untuk memastikan bahwa tak ada gas yang mencemari sampel yang akan diambil dari bulan.

Kualifikasi luar angkasa

Karenanya, kata Yung, pekerjaannya mensyaratkan apa yang ia sebut sebagai "kualifikasi luar angkasa". Definisi yang dia berikan adalah pengalaman yang memungkinkan Anda mengantisipasi segala jenis masalah dan mengatasinya.
Kualifikasi ini jugalah yang membuat Yung mengembangkan alat presisi unik seperti penggiling sampel batuan ruang angkasa. Demikian pula saringan, yang semuanya bekerja dalam gravitasi nol dan ruang hampa. "Ini adalah masalah sulit untuk diselesaikan (karena) biasanya Anda butuh gravitasi untuk menyaring apa pun," ujar Yung. 
Keberuntungan adalah pasangan dari budaya yang melatari para peneliti dan pemilik misi. Uang, misalnya, merupakan keberuntungan yang dibutuhkan untuk misi pendaratan ke Bulan. Anggaran proyek luar angkasa Cina berada di kisaran 2 miliar dollar AS per tahun, sekitar Rp 22 triliun. Angka itu tak sampai sepersepuluh anggaran misi luar angka NASA.
Minimnya anggaran, kata Yung, menempatkan Cina pada posisi yang menuntut kualitas tanpa harus diburu-buru waktu. "Cina ingin melihat hasil yang sangat jelas," kata dia. Berpengalaman bekerja untuk misi luar angkasa Rusia dan Eropa, Yung mengatakan bahwa bekerja untuk misi Cina menawarkan pembanding yang menarik. 
"Masing-masing punya budaya yang berbeda," kata Yung. "Orang-orang Eropa mendiskusikan hal-hal tertentu untuk waktu yang lama dan ada banyak perubahan karena ada negara-negara yang terlibat. Mereka pun memiliki ide yang beragam sehingga memperlambat segalanya, bahkan bisa menggagalkannya," papar dia.
"(Adapun) Rusia berpikir mereka memiliki banyak pengalaman, tetapi banyak pengalaman ini sekarang kedaluwarsa," ujar Yung. "Sementara itu, Amerika terlalu banyak kepentingan dengan perdagangan dalam misi eksplorasi ruang angkasa."
Soal misi Cina ke Bulan, Yung mengatakan masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan terkait persiapan sampel, terutama terkait pemindahan bahan bakar helium-3 yang diyakini konsentrasinya meningkat saat berada di Bulan. 
"Saya pikir, dari semua misi NASA ke Bulan, Cina hanya punya satu gram debu (bulan) untuk belajar," kata Yung. Apakah kualifikasi ruang angkasa dan budaya Cina akan memberinya terobosan berbeda untuk misi Cina ke Bulan? Mari menantinya.
(Palupi Annisa Auliani/kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar