Sebagai
Daerah yang mempunyai potensi pariwisata yang besar, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sangat memerlukan strategi khusus untuk mendukung pariwisata di Kota
Pelajar ini. Dengan luas daerah 3.185,80 km2, Provinsi
Yogyakarta mampu melahirkan berbagai objek wisata yang sangat menarik dan unik
untuk dikunjungi. Mulai dari wisata alam, budaya, sejarah, dan lain-lain.
Walaupun Provinsi Yogyakarta memiliki luas terkecil setelah Provinsi DKI
Jakarta, hal tersebut tak membuat Daerah Istimewa ini menjadi Daerah yang
kecil. Karena Yogyakarta mampu menyandang predikat kedua pilihan tempat
pariwisatanya setelah Provinsi Bali. Buktinya di tahun 2010 lalu, Yogyakarta
mampu menarik wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari
mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara (Wikipedia.org). Jelas hal ini
membuktikan bahwa Provinsi Yogyakarta memiliki “kekuatan” untuk menarik
wisatawan agar berkunjung ke Kota Gudeg ini.
Secara geografis, Yogyakarta juga diuntungkan
oleh letak objek wisata satu dengan objek wisata lainnya yang berdekatan. Hal
ini merupakan suatu kelebihan dan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan
lokal maupun manca negara. Sektor pariwisata di Yogyakarta juga memberikan
dampak yang signifikan bagi perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada 3
sektor, yaitu jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restaurant; terakhir adalah
pertanian. Dalam hal pariwisata, Yogyakarta mampu memberikan efek ganda yang
nyata bagi sektor kuliner karena disebabkan oleh kunjungan wisatawan. Selain
itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian sangat
signifikan juga di Kota Pelajar ini.
Sektor pariwisata di DIY juga tak
bisa lepas dari kuliner yang dimilikinya. Perlu adanya pengembangan di sektor
kuliner agar dapat mendukung sektor pariwisata yang begitu melimpah di
Yogyakarta. Salah satu kuliner yang menjadi ikon di Yogyakarta adalah Gudeg.
Gudeg merupakan makanan khas Yogyakarta yang terbuat dari nangka muda yang
dimasak mengguanakan santan. Biasanya, gudeg dimakan menggunakan nasi dan
disajikan menggunakan kuah santan kental, ayam kampung, telur, tahu, dan sambal
goreng krecek. Ada mitos yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang sedikit
mencemarkan nama baik dari gudeg Jogja ini. Bahwa warna coklat yang terdapat
pada gudeg merupakan darah ayam yang dicampurkan kedalam makanan khas tersebut.
Namun, mitos itu tidak benar adanya. Karena warna coklat yang ada di gudeg
tersebut merupakan rebusan daun jati yang dicampurkan ketika memasak gudeg.
Dalam surat kabar Kedaulat Rakyat
Edisi 31 Desember 2013, Gudeg merupakan makanan yang menjadi ciri khas dari
Yogyakarta. Saya akan mencoba menganalisis bagaimana caranya agar Gudeg menjadi
pendukung perkembangan Pariwisata di Yogyakarta.
Menurut
saya, Gudeg sangat mampu untuk diangkat menjadi wisata kuliner untuk pendukung
perkembangan pariwisata di Yogyakarta. Karena Gudeg merupakan makanan khas
Yogyakarta yang sangat terkenal dan hampir seluruh masyarakat Indonesia
mengetahuinya. Dengan cita rasa yang unik, Gudeg mampu menyerap wisatawan yang
berkunjung di Yogyakarta untuk mencicipi masakan yang terbuat dari nangka muda
ini. Seperti yang di muat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi Selasa, 31
Desember 2013 bahwa masakan Gudeg menjadi sasaran para wisatawan ketika masa
liburan datang. Dalam hari-hari biasa pun juga tidak kalah ramai diburu. Dalam
surat kabar tersebut, ketika liburan pengunjung dapat mencapai 300-500 orang
per hari di dua tempat penjual Gudeg, yaitu di Warung Gudeg Bu Lies dan Warung
Gudeg Yu Djum. Sementara di hari biasa, kedua tempat tersebut dapat dikunjungi
sekitar 100 orang perhari. Hal ini membuktikan bahwa betapa populernya makanan
khas ini sehingga setiap harinya menghabiskan bahan baku pembuat Gudeg di dua
tempat tersebut. Dari sinilah, saya berpendapat bahwa masakan Gudeg ini mampu
membantu dan mendukung perkembangan Pariwisata di DIY sebagai wisata kuliner.
Cara yang tepat agar masakan Gudeg ini mampu menjadi wisata kuliner di DIY
adalah dengan menempatkan beberapa warung makan khusus masakan Gudeg objek
wisata yang ada di DIY. Hal ini akan membuat wisatawan lebih mudah menjangkau
untuk mencicipi masakan rakyat yang populer ini. Penempatan warung makan ini
tidak harus di dalam objek wisata, tetapi disekitar objek wisata agar tidak
terlalu membebani objek wisata yang ada. Karena jika di dalam objek wisata
mendapat kunjungan yang melebihi kapasitas, dikhawatirkan merusak objek wisata
yang ada. Dan bisa membuat tidak nyaman pengunjung lain karena menjadi padat
pengunjung dan juga bisa menimbulkan sampah yang terlalu menumpuk. Penempatan
warung makan bisa ditempatkan agak jauh dari lokasi objek wisata, tetapi tidak
keluar dari wilayah objek wisata. Tidak hanya ditempatkan disekitar objek-objek
wisata yang ada di DIY saja, tetapi dibuatkan lokasi khusus wisata kuliner khas
Yogyakarta. Jadi jika para wisatawan tersebut mendapati warung makan Gudeg yang
ada di sekitar objek-objek wisata DIY, mereka bisa dibawa menuju tempat khusus
yang dijadikan wisata kuliner masakan Gudeg yang sudah dibangun tadi. Dari
sinilah masakan Gudeg dapat membantu perkembangan Pariwisata di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Segala
jenis kuliner jika itu termasuk makanan khas dari Yogyakarta, saya rasa bisa
untuk dikembangkan seperti Gudeg. Misalkan saja Bakpia yang notabene merupakan
makanan ringan khas dari Yogyakarta. Dalam surat kabar KR Edisi Selasa, 31
Desember 2013 menyebutkan bahwa Bakpia juga mengalami peningkatan omset ketika
hari-hari libur. Di hari biasa pun juga tidak sepi dari pelanggan khususnya
wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Jika penempatan makanan-makanan khas
Yogyakarta tepat, pengemasannya menarik, dan kualitas rasa tetap dijaga saya
yakin kuliner-kuliner yang ada di Yogyakarta dapat membantu pengembangan
Pariwisata di DIY. Bolehlah makanan yang akan dijadikan wisata kuliner itu
hanya makanan rakyat dulunya dan tradisional, tetapi jika para penjual kuliner
khas Yogyakarta itu mampu memberikan kualitas yang luar biasa saya rasa tidak
masalah. Kuliner tradisional, tetapi rasa dan kualitas Internasional. Jadi,
perlu yang namanya strategi seperti yang saya utarakan di atas untuk membuat
masakan-masakan asli Yogyakarta selain Gudeg mampu menjadi kuliner membantu perkembangan
Pariwisata di Yogyakarta. Dengan didukung oleh fasilitas yang mampu memuaskan
pelanggan dan pelayanan yang ramah, saya yakin kuliner khas Yogyakarta mampu
menarik wisatwan untuk mencicipi dan menikmati kuliner Yogyakarta. Dan menurut
saya, makanan khas Yogyakart terebut harus dibuatkan kemasan yang mampu dibawa
untuk oleh-oleh para wisatawan. Karena wisatawan pasti tidak hanya mengincar
untuk mencicipi masakan Yogyakarta di tempat saja, tetapi pastijuga tertarik
untukmemebawa pulang masakan Kota Pelajar ini sebagai oleh-oleh dan
kenang-kenangan atas kunjungannya ke Yogyakarta. Semisal Gudeg yang dikemas di
kaleng seperti yang dimuat dalam surat kabar KR yang disebutkan di atas. Hal
itu merupakan terobosan bagus karena disamping mudah dibawa, juga dapat
bertahan lama. Jadi bagi para wisatawan yang berasal dari daerah yang jauh dan
membutuhkan perjalanan harian, tidak perlu kuatir oleh-oleh tersebut membusuk
atau basi. Jika kuliner lainnya dapat diberikan kemasan yang mampu
mempertahankan keawetan makanan tersebut, saya yakin makanan khas yang berasal
dari Yogyakarta akan banyak diburu oleh wisatawan. Otomatis jika banyak
pengunjung, maka nama baik wisata di Yogyakarta dapat terjaga atau bahkan mampu
menambah daya tarik yang lebih agar setiap tahunnya pengunjung wisata di DIY
meningkat.
Menurut
Peter Drucker, Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru atau berbeda. Jika ditanya sejauhmanakah Kewirausahaan mampu mendukung
Pariwisata di DIY, saya akan menjawab sangat berpengaruh bagi kemajuan
Pariwisata di Yogyakarta. Karena kewirausahaan merupakan wujud keterlibatan
pihak swasta dalam mendukung perkembangan dan memberikan fasilitas pembantu
Pariwisata di Yogyakarta. Semisal di Objek Wisata Pantai Parangtritis di Bantul
Yogyakarta. Disana banyak sekali dibangun penginapan-penginapan dengan berbagai
variasi harga dan fasilitas. Disana juga terdapat toko souvenir yang menambah
ramainya objek wisata tersebut. Hal itu merupakan bentuk dsri kewirausahaan
yang berperan penting dalam meramaikan atau mendukung Pariwisata di Yogyakarta.
Jadi bentuk dari penginapan, tempat makan, penjual souvenir, pusat oleh-oleh,
dan sejenisnya itulah bentuk kemitraan kewirausahaan dengan Pariwisata di
Yogyakarta. Bayangkan saja jika Pariwisata di Yogyakarta tidak ada kekuatan
tambahan dari kewirausahaan. Pastinya akan terlihat lengang, sepi, dan tidak
ada menariknya sama sekali. Para wisatawan hanya disuguhkan oleh objek wisata
tanpa penjual makanan, penginapan, penjual souvenir, dan sejenisnya. Otomatis
para wisatawan akan merasa bosan dan tidak akan kembali ke Yogyakarta untuk
berkunjung ke tempat-tempat wisata di sini. Sampai saat ini, peran
Kewirausahaan di Yogyakarta sebagai pendukung Pariwisata di Yogyakarta
sangatlah besar. Dan saya yakin sampai jauh kedepan, jika Kewirausahaan mampu
memberikan sesuatu yang baru setiap beberapa waktu sekali, maka pengunjung
objek wisata di Yogyakarta tidak akan bosan untuk mengunjungi Pariwisata di
DIY. Karena yang namanya Kewirausahaan itu membutuhkan sesuatu yang barau atau
inovasi baru ketika barang yang lama sudah dirasa tidak diminati lagi oleh
pengunjung. Misalkan tempat kuliner di DIY. Jika masakannya hanya seperti itu
saja dan dekorasi tempat hanya monoton saja, tidak menutup kemungkinan para
pengunjung mengalami bosan ketika para pengunjung tersebut yang sering datang
di tempat tersebut. Perlu adanya inovasi baru atau terobosan baru dari
fasilitas tidak hanya dari kewirausahaan, tetapi juga fasilitas objek wisata. Hal
ini akan membuat wisatawan tidak merasa bosan untuk berkunjung ketempat
Pariwisata di Yogyakarta meskipun mereka sering mengunjungi destinasi wisata
yang ada di Yogyakarta. Semakin kreatif Kewirausahaan untuk mendukung
Pariwisata di Yogyakarta, semakin hebat dan kuat pula pengaruh yang akan
dihasilkan dari perpaduan Kewirausahaan dengan Pariwisata di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Dalam
mengembangkan Pariwisata yang ada di Provinsi DIY memang membutuhkan suatu
kebijakan yang harus diambil Pemerintah DIY disetiap Kabupaten dan Kota. Karena
suatu kebijakan itu merupakan bukti keterkaitan Pemerintah dalam mendukung
perkembangan Pariwisata di DIY. Untuk Pariwisata, Pemerintah DIY membutuhkan
kebijakan dalam hal promosi destinasi wisata di Yogyakarta. Promosi tempat
wisata di Yogyakarta memang perlu adanya suatu kebijakan pendukung. Misalkan
saja dengan menobatkan artis atau Puteri Indonesia yang berasal dari Yogyakarta
untuk mempromosikan keanekaragaman Pariwisata di Yogyakarta. Hal ini didukung
oleh brosur-brosur dan reklame resmi yang dipasang diberbagai tempat
setrategis. Dengan ini, Pariwisata di Yogyakarta dapat bertambah ketenarannya
dan mendukung perkembangan tempat wisata tersebut. Tidak hanya kebijakan
promosi yang memberikan dukungan, tetapi Pariwisata di DIY juga membutuhkan
kebijakan terkait tentang pengelolaan tempat pariwisata tersebut. Jadi perlu
adanya pengelolaan yang dapat menaikkan rating destinasi Pariwisata di Kota
Gudeg ini. Pengelolaan yang dimaksud adalah dengan menjaga kebersihan objek
wisata, penempatan fasilitas dari Pemerintah maupun swasta dengan rapi, selalu
memberikan inovasi baru, dan sejenisnya. Kebijakan Pengelolaan yang baik dan
tidak monoton akan menambah nilai positif dari para pengunjung objek wisata di
Yogyakarta. Dan ketika pengelolaan Pariwisata di Yogyakarta baik, maka ketika
para wisatawan pulang kedaerah masing-masing, mereka dapat menceritakan kepada
orang lain bahwa pengelolaan tempat Pariwisata di Yogyakarta begitu bagus dan
baik. Hal tersebut bisa memberikan promosi tersendiri dan memberikan kekuatan
positif bagi Pariwisata di DIY. Dan kebijakan yang terakhir menurut saya yang
perlu dibentuk bagi perkembangan Pariwisata di Yogyakarta adalah dengan
membentuk kebijakan pemberdayaan. Jadi pemberdayaan disini berarti membina
masyarakat disekitar objek wisata untuk membantu memajukan objek wisata dan
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar objek wisata. Hal
inimembuat kebijakan pemberdayaan mempunyai dua fungsi sekaligus. Pemberdayaan
masyarakat sekitar objek wisata bisa berbentuk membina mereka untuk membuat
desa mandiri atau desa wisata sebagai pengalihan wisatawan jika tempat
Pariwisata yang ada mengalami kelebihan “muatan”. Misalkan membimbing mereka
dengan membuat suatu kerajinan atau kesenian khas Yogyakarta agar wisatawan
mendapatkan dua fasilitas, yaitu menikmati objek wisata sambil belajar dan
melihat cantiknya kerajinan dan kesenian khas Yogyakarta.
REFERENSI
Keripiku.blogspot.com
> Pengetahuan
Id.wikipedia.org/wiki/kewirausahaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar