Minggu, 19 Januari 2014

Menghidupkan Wisata Kuliner Sebagai Tujuan Wisata Baru di Daerah Istimewa Yogyakarta

Sebagai Daerah yang mempunyai potensi pariwisata yang besar, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat memerlukan strategi khusus untuk mendukung pariwisata di Kota Pelajar ini. Dengan luas daerah  3.185,80 km2, Provinsi Yogyakarta mampu melahirkan berbagai objek wisata yang sangat menarik dan unik untuk dikunjungi. Mulai dari wisata alam, budaya, sejarah, dan lain-lain. Walaupun Provinsi Yogyakarta memiliki luas terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta, hal tersebut tak membuat Daerah Istimewa ini menjadi Daerah yang kecil. Karena Yogyakarta mampu menyandang predikat kedua pilihan tempat pariwisatanya setelah Provinsi Bali. Buktinya di tahun 2010 lalu, Yogyakarta mampu menarik wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara (Wikipedia.org). Jelas hal ini membuktikan bahwa Provinsi Yogyakarta memiliki “kekuatan” untuk menarik wisatawan agar berkunjung ke Kota Gudeg ini.
            
              Secara geografis, Yogyakarta juga diuntungkan oleh letak objek wisata satu dengan objek wisata lainnya yang berdekatan. Hal ini merupakan suatu kelebihan dan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal maupun manca negara. Sektor pariwisata di Yogyakarta juga memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada 3 sektor, yaitu jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restaurant; terakhir adalah pertanian. Dalam hal pariwisata, Yogyakarta mampu memberikan efek ganda yang nyata bagi sektor kuliner karena disebabkan oleh kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian sangat signifikan juga di Kota Pelajar ini.
            
          Sektor pariwisata di DIY juga tak bisa lepas dari kuliner yang dimilikinya. Perlu adanya pengembangan di sektor kuliner agar dapat mendukung sektor pariwisata yang begitu melimpah di Yogyakarta. Salah satu kuliner yang menjadi ikon di Yogyakarta adalah Gudeg. Gudeg merupakan makanan khas Yogyakarta yang terbuat dari nangka muda yang dimasak mengguanakan santan. Biasanya, gudeg dimakan menggunakan nasi dan disajikan menggunakan kuah santan kental, ayam kampung, telur, tahu, dan sambal goreng krecek. Ada mitos yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang sedikit mencemarkan nama baik dari gudeg Jogja ini. Bahwa warna coklat yang terdapat pada gudeg merupakan darah ayam yang dicampurkan kedalam makanan khas tersebut. Namun, mitos itu tidak benar adanya. Karena warna coklat yang ada di gudeg tersebut merupakan rebusan daun jati yang dicampurkan ketika memasak gudeg.
           
            Dalam surat kabar Kedaulat Rakyat Edisi 31 Desember 2013, Gudeg merupakan makanan yang menjadi ciri khas dari Yogyakarta. Saya akan mencoba menganalisis bagaimana caranya agar Gudeg menjadi pendukung perkembangan Pariwisata di Yogyakarta.

          Menurut saya, Gudeg sangat mampu untuk diangkat menjadi wisata kuliner untuk pendukung perkembangan pariwisata di Yogyakarta. Karena Gudeg merupakan makanan khas Yogyakarta yang sangat terkenal dan hampir seluruh masyarakat Indonesia mengetahuinya. Dengan cita rasa yang unik, Gudeg mampu menyerap wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta untuk mencicipi masakan yang terbuat dari nangka muda ini. Seperti yang di muat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi Selasa, 31 Desember 2013 bahwa masakan Gudeg menjadi sasaran para wisatawan ketika masa liburan datang. Dalam hari-hari biasa pun juga tidak kalah ramai diburu. Dalam surat kabar tersebut, ketika liburan pengunjung dapat mencapai 300-500 orang per hari di dua tempat penjual Gudeg, yaitu di Warung Gudeg Bu Lies dan Warung Gudeg Yu Djum. Sementara di hari biasa, kedua tempat tersebut dapat dikunjungi sekitar 100 orang perhari. Hal ini membuktikan bahwa betapa populernya makanan khas ini sehingga setiap harinya menghabiskan bahan baku pembuat Gudeg di dua tempat tersebut. Dari sinilah, saya berpendapat bahwa masakan Gudeg ini mampu membantu dan mendukung perkembangan Pariwisata di DIY sebagai wisata kuliner. Cara yang tepat agar masakan Gudeg ini mampu menjadi wisata kuliner di DIY adalah dengan menempatkan beberapa warung makan khusus masakan Gudeg objek wisata yang ada di DIY. Hal ini akan membuat wisatawan lebih mudah menjangkau untuk mencicipi masakan rakyat yang populer ini. Penempatan warung makan ini tidak harus di dalam objek wisata, tetapi disekitar objek wisata agar tidak terlalu membebani objek wisata yang ada. Karena jika di dalam objek wisata mendapat kunjungan yang melebihi kapasitas, dikhawatirkan merusak objek wisata yang ada. Dan bisa membuat tidak nyaman pengunjung lain karena menjadi padat pengunjung dan juga bisa menimbulkan sampah yang terlalu menumpuk. Penempatan warung makan bisa ditempatkan agak jauh dari lokasi objek wisata, tetapi tidak keluar dari wilayah objek wisata. Tidak hanya ditempatkan disekitar objek-objek wisata yang ada di DIY saja, tetapi dibuatkan lokasi khusus wisata kuliner khas Yogyakarta. Jadi jika para wisatawan tersebut mendapati warung makan Gudeg yang ada di sekitar objek-objek wisata DIY, mereka bisa dibawa menuju tempat khusus yang dijadikan wisata kuliner masakan Gudeg yang sudah dibangun tadi. Dari sinilah masakan Gudeg dapat membantu perkembangan Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.
                 Segala jenis kuliner jika itu termasuk makanan khas dari Yogyakarta, saya rasa bisa untuk dikembangkan seperti Gudeg. Misalkan saja Bakpia yang notabene merupakan makanan ringan khas dari Yogyakarta. Dalam surat kabar KR Edisi Selasa, 31 Desember 2013 menyebutkan bahwa Bakpia juga mengalami peningkatan omset ketika hari-hari libur. Di hari biasa pun juga tidak sepi dari pelanggan khususnya wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Jika penempatan makanan-makanan khas Yogyakarta tepat, pengemasannya menarik, dan kualitas rasa tetap dijaga saya yakin kuliner-kuliner yang ada di Yogyakarta dapat membantu pengembangan Pariwisata di DIY. Bolehlah makanan yang akan dijadikan wisata kuliner itu hanya makanan rakyat dulunya dan tradisional, tetapi jika para penjual kuliner khas Yogyakarta itu mampu memberikan kualitas yang luar biasa saya rasa tidak masalah. Kuliner tradisional, tetapi rasa dan kualitas Internasional. Jadi, perlu yang namanya strategi seperti yang saya utarakan di atas untuk membuat masakan-masakan asli Yogyakarta selain Gudeg mampu menjadi kuliner membantu perkembangan Pariwisata di Yogyakarta. Dengan didukung oleh fasilitas yang mampu memuaskan pelanggan dan pelayanan yang ramah, saya yakin kuliner khas Yogyakarta mampu menarik wisatwan untuk mencicipi dan menikmati kuliner Yogyakarta. Dan menurut saya, makanan khas Yogyakart terebut harus dibuatkan kemasan yang mampu dibawa untuk oleh-oleh para wisatawan. Karena wisatawan pasti tidak hanya mengincar untuk mencicipi masakan Yogyakarta di tempat saja, tetapi pastijuga tertarik untukmemebawa pulang masakan Kota Pelajar ini sebagai oleh-oleh dan kenang-kenangan atas kunjungannya ke Yogyakarta. Semisal Gudeg yang dikemas di kaleng seperti yang dimuat dalam surat kabar KR yang disebutkan di atas. Hal itu merupakan terobosan bagus karena disamping mudah dibawa, juga dapat bertahan lama. Jadi bagi para wisatawan yang berasal dari daerah yang jauh dan membutuhkan perjalanan harian, tidak perlu kuatir oleh-oleh tersebut membusuk atau basi. Jika kuliner lainnya dapat diberikan kemasan yang mampu mempertahankan keawetan makanan tersebut, saya yakin makanan khas yang berasal dari Yogyakarta akan banyak diburu oleh wisatawan. Otomatis jika banyak pengunjung, maka nama baik wisata di Yogyakarta dapat terjaga atau bahkan mampu menambah daya tarik yang lebih agar setiap tahunnya pengunjung wisata di DIY meningkat.

                      Menurut Peter Drucker, Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda. Jika ditanya sejauhmanakah Kewirausahaan mampu mendukung Pariwisata di DIY, saya akan menjawab sangat berpengaruh bagi kemajuan Pariwisata di Yogyakarta. Karena kewirausahaan merupakan wujud keterlibatan pihak swasta dalam mendukung perkembangan dan memberikan fasilitas pembantu Pariwisata di Yogyakarta. Semisal di Objek Wisata Pantai Parangtritis di Bantul Yogyakarta. Disana banyak sekali dibangun penginapan-penginapan dengan berbagai variasi harga dan fasilitas. Disana juga terdapat toko souvenir yang menambah ramainya objek wisata tersebut. Hal itu merupakan bentuk dsri kewirausahaan yang berperan penting dalam meramaikan atau mendukung Pariwisata di Yogyakarta. Jadi bentuk dari penginapan, tempat makan, penjual souvenir, pusat oleh-oleh, dan sejenisnya itulah bentuk kemitraan kewirausahaan dengan Pariwisata di Yogyakarta. Bayangkan saja jika Pariwisata di Yogyakarta tidak ada kekuatan tambahan dari kewirausahaan. Pastinya akan terlihat lengang, sepi, dan tidak ada menariknya sama sekali. Para wisatawan hanya disuguhkan oleh objek wisata tanpa penjual makanan, penginapan, penjual souvenir, dan sejenisnya. Otomatis para wisatawan akan merasa bosan dan tidak akan kembali ke Yogyakarta untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata di sini. Sampai saat ini, peran Kewirausahaan di Yogyakarta sebagai pendukung Pariwisata di Yogyakarta sangatlah besar. Dan saya yakin sampai jauh kedepan, jika Kewirausahaan mampu memberikan sesuatu yang baru setiap beberapa waktu sekali, maka pengunjung objek wisata di Yogyakarta tidak akan bosan untuk mengunjungi Pariwisata di DIY. Karena yang namanya Kewirausahaan itu membutuhkan sesuatu yang barau atau inovasi baru ketika barang yang lama sudah dirasa tidak diminati lagi oleh pengunjung. Misalkan tempat kuliner di DIY. Jika masakannya hanya seperti itu saja dan dekorasi tempat hanya monoton saja, tidak menutup kemungkinan para pengunjung mengalami bosan ketika para pengunjung tersebut yang sering datang di tempat tersebut. Perlu adanya inovasi baru atau terobosan baru dari fasilitas tidak hanya dari kewirausahaan, tetapi juga fasilitas objek wisata. Hal ini akan membuat wisatawan tidak merasa bosan untuk berkunjung ketempat Pariwisata di Yogyakarta meskipun mereka sering mengunjungi destinasi wisata yang ada di Yogyakarta. Semakin kreatif Kewirausahaan untuk mendukung Pariwisata di Yogyakarta, semakin hebat dan kuat pula pengaruh yang akan dihasilkan dari perpaduan Kewirausahaan dengan Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

                  Dalam mengembangkan Pariwisata yang ada di Provinsi DIY memang membutuhkan suatu kebijakan yang harus diambil Pemerintah DIY disetiap Kabupaten dan Kota. Karena suatu kebijakan itu merupakan bukti keterkaitan Pemerintah dalam mendukung perkembangan Pariwisata di DIY. Untuk Pariwisata, Pemerintah DIY membutuhkan kebijakan dalam hal promosi destinasi wisata di Yogyakarta. Promosi tempat wisata di Yogyakarta memang perlu adanya suatu kebijakan pendukung. Misalkan saja dengan menobatkan artis atau Puteri Indonesia yang berasal dari Yogyakarta untuk mempromosikan keanekaragaman Pariwisata di Yogyakarta. Hal ini didukung oleh brosur-brosur dan reklame resmi yang dipasang diberbagai tempat setrategis. Dengan ini, Pariwisata di Yogyakarta dapat bertambah ketenarannya dan mendukung perkembangan tempat wisata tersebut. Tidak hanya kebijakan promosi yang memberikan dukungan, tetapi Pariwisata di DIY juga membutuhkan kebijakan terkait tentang pengelolaan tempat pariwisata tersebut. Jadi perlu adanya pengelolaan yang dapat menaikkan rating destinasi Pariwisata di Kota Gudeg ini. Pengelolaan yang dimaksud adalah dengan menjaga kebersihan objek wisata, penempatan fasilitas dari Pemerintah maupun swasta dengan rapi, selalu memberikan inovasi baru, dan sejenisnya. Kebijakan Pengelolaan yang baik dan tidak monoton akan menambah nilai positif dari para pengunjung objek wisata di Yogyakarta. Dan ketika pengelolaan Pariwisata di Yogyakarta baik, maka ketika para wisatawan pulang kedaerah masing-masing, mereka dapat menceritakan kepada orang lain bahwa pengelolaan tempat Pariwisata di Yogyakarta begitu bagus dan baik. Hal tersebut bisa memberikan promosi tersendiri dan memberikan kekuatan positif bagi Pariwisata di DIY. Dan kebijakan yang terakhir menurut saya yang perlu dibentuk bagi perkembangan Pariwisata di Yogyakarta adalah dengan membentuk kebijakan pemberdayaan. Jadi pemberdayaan disini berarti membina masyarakat disekitar objek wisata untuk membantu memajukan objek wisata dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar objek wisata. Hal inimembuat kebijakan pemberdayaan mempunyai dua fungsi sekaligus. Pemberdayaan masyarakat sekitar objek wisata bisa berbentuk membina mereka untuk membuat desa mandiri atau desa wisata sebagai pengalihan wisatawan jika tempat Pariwisata yang ada mengalami kelebihan “muatan”. Misalkan membimbing mereka dengan membuat suatu kerajinan atau kesenian khas Yogyakarta agar wisatawan mendapatkan dua fasilitas, yaitu menikmati objek wisata sambil belajar dan melihat cantiknya kerajinan dan kesenian khas Yogyakarta.

REFERENSI

Keripiku.blogspot.com > Pengetahuan
Id.wikipedia.org/wiki/kewirausahaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar