Latar Belakang
Kebijakan
merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan
biasanya diterapkan didalam Pemerintahan, organisasi, dan kelompok swasta,
serta individu. Kebijakan dibentuk hanya untuk menjadi pedoman tindakan yang
paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Biasanya, kebijakan merujuk
pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting dari Pemerintahan,
organisasi, dan lain-lain seperti yang sudah disebutkan tadi.
Salah
satu kebijakan yang hangat diperbincangkan adalah kebijakan reklame. Reklame
disini berarti iklan yang berada di luar ruangan seperti baliho besar yang
berisikan tentang iklan-iklan segala penawaran. Di Yogyakarta misalkan, banyak
reklame yang berdiri memenuhi Kota Pelajar ini. Bisa dilihat bahwa pemasangan
reklame di Yogyakarta masih terbilang kurang rapi dan memakan tempat yang
besar. Hal ini mengakibatkan Yogyakarta menjadi “surganya” penempatan reklame
baik yang sudah berizin maupun ilegal. Tidak hanya reklame yang berupa iklan
saja yang memenuhi badan Yogyakarta, tetapi juga reklame yang berbentuk papan
nama dari sebuah kantor atau tempat belanja. Banyak dari pemasangan reklamenya
masih menghiraukan kerapian dan izin yang sudah dibuat oleh Pemerintah
setempat, yaitu kebijakan yang mengatur tentang reklame. Hal tersebut tidak
semata-mata tanggung jawab dari biro iklan saja, tetapi juga dikarenakan
kebijaksanaan yang ada saat ini kurang sesuai atau kurang memadai dalam
menghadapi pertumbuhan Kota Yogyakarta.
Permasalahan
yang lain adalah persaingan usaha yang begitu ketat dari suatu instansi dan
sejenisnya membuat mereka berlomba-lomba untuk memasang iklan diluar ruangan.
Hal ini dikarenakan mereka menginginkan usaha mereka menjadi bintang dan
mendominasi di lingkup masyarakat luas. Permasalahan ini mengakibatkan
banyaknya reklame seperti papan nama toko, baliho, spanduk, dan lain-lain
terpasang dan menghiraukan kerapian dan keindahan Kota Yogyakarta. Bahkan tak
sedikit iklan yang terpasang di luar ruangan tersebut memakan tempat hingga
menjorok ke jalan raya dan bahkan banyak spanduk yang melintang di atas jalan
raya. Tak pelak jika pemasangan spanduk tersebut membuat mata terganggu ketika
ingin menikmati suasana Kota Yogyakarta. Perlu adanya kebijakan yang jelas
terkait masalah ini agar masalah pemasangan reklame di Kota Yogyakarta menjadi
lebih tertata dan tidak mengganggu pemandangan Kota Gudeg tersebut.
Saat
ini, Perda yang mengatur tentang reklame adalah Perda No. 8/1998 tentang izin
penyelenggaraan reklame. Reklame yang diatur terdiri dari reklame papan atau
billboard, megatron, baliho, cahaya, kain, stiker, selebaran, berjalan termasuk
di kendaraan, udara, suara, film atau slide, dan peragaan. Awalnya Perda ini
belum bisa mengatur tentang wall painting promotion. Namun sekarang, menurut
DPDPK bahwa wall painting promotion ini sudah dimasukkan dalam kategori reklame
papan atau billboard non cahaya. Hingga pertengahan tahun 2013 lalu, belum ada
aturan yang mengatur tempat mana sajakah yang dilarang atau diperbolehkan untuk
dibuat wall painting promotion. Padahal, reklame jenis itu sering dijumpai di
berbagai tembok rumah, kantor, dan lain-lain.
Teknik
Evaluasi yang Dipakai
Dalam
malakukan evaluasi terkait Perda atau kebijakan tentang izin reklame, saya
menggunakan data yang ada dari berbagai sumber. Karena keterbatasan waktu, saya
tidak sempat untuk melakukan teknik wawancara atau teknik evaluasi lainnya.
Dengan mengikuti data dan wacana yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
terkait kebijakan izin reklame, saya bisa mengevaluasi kebijakan tersebut
dengan apa yang ada saat ini.
Jenis
Evalusai yang Digunakan
Dalam
hal ini, jenis evaluasi yang dipakai adalah Performance Indicators atau biasa
disebut dengan Indikator Kinerja. Indikator kinerja merupakan evaluasi yang
melihat pada ukuran input, proses, output, hasil dan dampak. Indikator kinerja
sendiri berguna untuk melihat perkembangan, menunjukkan hasil, dan melakukan
upaya perbaikan utk memperbaiki. cara efektif mengukur perkembangan pencapaian
tujuan, dapat memberi benchmarking antar berbagai unit suatu organisasi dan
wilayah kerjanya terkait waktu.
INPUT
|
PROSES
|
OUTPUT
|
OUTCOME
|
IMPACT
|
SDM
|
Pembentukan
Kebijakan
|
Kebijakan
Perizinan Pendirian Reklame
|
Sampah Visual Berkurang
|
Meningkatkan PAD
|
Dana
|
|
|
Perizinan
Lebih Mudah
|
Lebih
Rapi dan Tertib
|
Aspirasi Masyarakat
|
|
|
|
|
Konsep
|
|
|
|
|
Media
|
|
|
|
|
*Matrix
Kebijakan Perizinan Pendirian Reklame
Keterangan:
1.
Input:
-
Sumber Daya Manusia:
Penyusunan
kebijakan sangat memerlukan SDM agar kebijakan tersebut terbentuk. Bentuk dari
kebijakan yang dimaksud berupa Perda. Perda dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah macam Gubernur atau
Bupati/Wali Kota. Dengan sumber daya manusia yang disebutkan di atas, maka
kebijakan tentang perizinan pendirian reklame akan terbentuk.
-
Dana:
Dalam
pembentukan kebijakan terkait perizinan pendirian reklame, diperlukan adanya
dana agar pembentukan berjalan dengan maksimal. Tanpa adanyadana, bagamaimana
DPRD atau Kepala Daerah bisa menyusun kebijakan karena dalam penyusunan
kebijakan sendiri sudah diberikan dana tersendiri dalam melancarkan pembentukan
kebijakan.
-
Aspirasi Masyarakat:
Aspirasi masyarakat
dalam pembentukan kebijakan sangatlah perlu sebagai bukti apakah kebijakan
tersebut pro rakyat atau malah kontra dengan rakyat. Jadi aspirasi masyarakat
dapat menjadi penilai tersendiri bagi kebijakan yang sudah dibentuk dan
dijalankan. Tanpa aspirasi masyarakat, kebijakan tidak akan berjalan dan akan
terhambat.
-
Konsep:
Konsep
diperlukan dalam pembentukan kebijakan. Dalam pembentukan kebijakan, perlu
adanya konsep sebagai kerangka dari kebijakan tersebut. Bagaimana jadinya jika
kebijakan yang dibentuk tidak didahului oleh konsep? Konsep bisa jadi sebagai
patokan dalam suatu kebijakan agar tidaksalah arah ketika melaksanakan
pembentukan kebijakan.
-
Media:
Media,
adalah salah satu alat untuk mempublikasikan suatu kebijakan yang telah
dibentuk oleh Pemerintah daerah setempat. Atau bisa dijadikan sebagai perwakilan
dari keluhan masyarakat terkait pelayanan publik yang kurang di tengah-tengah
masyarakat. Jadi dari situlah Pemerintah Daerah bisa melihat berita-berita yang
ada dan membentuk suatu kebijakan yang sekiranya diperlukan oleh masyarakat dan
sebagai bukti pengabdian Pemeritah terhadap masyarakat. Itulah mengapa media di
sini diperlukan dalam pembentukan kebijakan perizinan pendirian reklame.
2.
Proses:
Dalam
proses yang ada dalam evaluasi kebijakan, dapat berbentuk pembentukan kebijakan
perizinan pendirian reklame. Proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama
karena dalam pembentukan kebijakan tersebut, diperlukan suatu pembahasan oleh
DPRD bersama Gubernur atau Wali Kota. Membutuhkan waktu dalam prosesnya agar
hasil kebijakannya maksimal dan tidak menjadikan kebijakan tersebut
diskriminasi antar masyarakat.
3.
Output:
Output
disini berupa hasil dari proses, yaitu kebijakan perizinan pendirian reklame
telah jadi dan sudah diputuskan. Jadi output lebih pada hasil yang sudah
dihasilkan dari kebijakan yang dibentuk.
4.
Outcome:
-
Sampah Mata Berkurang: Artinya adalah
jika kebijakan perizinan pendirian reklame sudah dijalankan, maka
reklame-reklame liar di dalam tubuh Kota Yogyakarta akan teratasi. Hal tersebut
otomatis akan membuat Kota Yogyakarta menjadi bersih dan rapi dari reklame-reklame
yang banyak terpampang di Yogyakarta.
-
Perizinan Lebih Mudah: Setelah kebijakan
perizinan pendirian reklame sudah terbentuk dan dijalankan, maka akan
mempermudah kalangan masyarakat untuk membuat izin mendirikan reklame di daerah
Yogyakarta. Hal ini pasti akan langsung terjadi karena jika sudah dijalankan
kebijakan tersebut, maka otomatis akan banyak masyarakat yang langsung mengurus
perizinan pendirian reklame. Karena masyarakat yang mendirikan reklame liar
akan merasa segan dengan kebijakan yang sudah dibentuk.
5.
Dampak:
-
Reklame merupakan salah satu alat untuk
meningkatkan PAD dari sektor pajak pendirian. Jika tidak ada kebijakan yang
dibentuk, maka akan banyak reklame liar yang berdiri. Dan ini mempunyai dua
dampak negatif, pertama reklame liar tersebut akan mengganggu pemandangan
karena akan membuat Yogyakarta tidak rapi dan tidak teratur. Dampak negatifnya
kedua adalah menjadikan Yogyakarta merugi dari sektor pajak. Karena reklame
legal itu menyumbang PAD dari pajak. Bayangkan jika terdapat banyak reklame
liar, maka akan sulit meningkatkan PAD dari sektor pajak. Dari situlah DPRD
setempat membentuk kebijakan perizinan pendirian reklame agar dampak jauh
kedepannya mampu menghasilkan PAD yang semakin tinggi.
-
Lebih rapi dan tertib: Dampak lebih jauh
lagi dalam pembentukan perizinan pendirian reklame adalah Kota Yogyakarta akan
menjadi lebih rapi dan bersih. Karena reklame-reklame yang semrawut dan liar
akan ditertibkan dan diingatkan untuk mengurus izin yang sah. Jadilah Kota
Yogyakarta yang bersih dan rapi dari reklame-reklame yang tidak tertata.
Pengumpulan Data dan Sumber
Pengumpulan
data dan sumber yang saya gunakan menggunakan data dan sumber dari media masa,
media online, data-data yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Karena jika
menggunakan data dan sumber dari lapangan, tidak cukup waktu karena waktu yang
diberikan tidak banyak. Jadi saya menggunakan data dari media elektronik
sebagai referensi untuk menyusun tugas ini.
Kesimpulan dan Hasil Evaluasi
Penertiban
reklame liar ini sangat dibutuhkan agar tidak semakin merusak keindahan, kebersihan,
dan merusak Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. Memang, Yogyakarta sangat
luas dan sulit menertibkan reklame-reklame liar tersebut. Tetapi Pemerintah
Yogyakarta masih bisa menertibkan permasalahan tersebut. Karena Dinas
Ketertiban Yogyakarta sekarang sedang mengupayakan pembersihan reklame-reklame
liar tersebut. Dintib tidak bekerja sendiri, tetapi bekerjasama dengan
komunitas sampah visual. Pembersihan ini dilakukan pada saat malam hari dan
dengan sistem mobilitas, yaitu bergerak terus sampai bisa menetralisir Kota
Yogyakarta menjadi Kota yang bisa mengendalikan ledakan reklame, khususnya
reklame liar. Sejauh ini kinerja Pemerintah Yogyakarta sudah bagus. Bahkan
kawasan Tugu dan Malioboro sudah mulai bebas dari reklame-reklame yang menutupi
pemandangan masyarakat. Karena Pemerintah setempat menetapkan denda sebesar Rp.
50 Juta bagi pelanggar pemasangan reklame itu.
Dari evaluasi yang saya lakukan
melalui performance indicator, saya bisa mengetahui bahwa kebijakan yang
dibentuk DPRD setempat terkait perizinan pendirian reklame sudah mengalami
kemajuan. Karena Pemkot setempat sudah bisa mengendalikan reklame-reklame yang
berdiri di badan Yogyakarta. Dan Pemerintah Yogyakarta juga mampu menetapkan
denda yang cukup besar untuk mengatasi reklame-reklame liar. Walaupun PAD dari
reklame hanya sedikit, namun tidak boleh dipandang remeh. Karena bagaimanapun
juga keberhasilan penertiban pendirian dan perizinan reklame akan membuat Kota
Yogyakarta menjadi rapi sekaligus menambah PAD bagi Kota Yogyakarta.
Rekomendasi
Meledaknya
reklame yang terjadi di Kota Yogyakarta ini memang tidak boleh di kesampingkan.
Karena bisa mengganggu pajak yang masuk ke PAD Kota Yogyakarta, merusak
keindahan dan kebersihan Kota Yogyakarta, dan lain-lain. Reklame liar disini
menurut saya ada dua macam, pertama reklame yang tidak pada tempatnya. Seperti
penempatan reklame di kawasan bebas reklame dan yang kedua adalah pemasangan
reklame yang tidak membayar pajak. Untuk permasalahan pemasangan reklame yang
tidak pada tempatnya tersebut perlu Perda yang kuat agar para oknum tersebut
tidak memasang reklame-reklame di kawasan tersebut. Perda yang kuat disini
berarti memperkuat sanksi yang ada jika ada oknum yang melanggar lagi. Misalkan
dengan menaikkan denda pemasangan reklame liar tersebut sampai angka Rp. 50
Juta per reklame. Kemudian setelah membentuk Perda yang lebih kuat tersebut,
perlu adanya sosialisasi terkait perizinan pemasangan reklame, sanksi yang
diterima jika melanggar, dan sejenisnya. Agar para pemsasang reklame itu bisa
berfikir kembali untuk melakukan kecurangan tersebut. Dan yang sudah memasang
reklame di kawasan bersih reklame tersebut jera. Tidak hanya di kawasan bebas
reklame saja, tetapi juga dikawasan-kawasan lain agar Kota Yogyakarta ini
tertata lebih baik lagi. Setelah semua tertib seperti semula, perlu adanya
peningkatan pajak bagi reklame yang sudah berdiri resmi agar bisa menaikkan PAD
Kota Yogyakarta. Walaupun terdapat pengurangan reklame, namun jika dapat
menaikkan pajak reklame tersebut, maka kemungkinan PAD dari pajak reklame tidak
akan menurun berlebihan. Masih tetap standar seperti sebelum penetapan
kenaikkan pajak dari reklame. Permasalahan kedua adalah pemasangan pajak liar
karena tidak membayar pajak. Hal ini sangat merugikan Kota Yogyakarta karena
membuat Kota Yogyakarta menjadi terlihat padat dan tidak tertata. Dan juga menganggu
PAD yang didapatkan dari pajak reklame. Perlu adanya penertiban reklame-reklame
yang tidak membayar pajak ini agar tidak menambah runyamnya Kota Yogyakarta.
Pihak Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta juga sudah menertibkan reklame-reklame
yang tidak membayar pajak tersebut karena tidak membuat izin pendirian reklame.
Dintib tidak sendirian untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi mengajak
komunitas sampah visual untuk bekerjasama membersihkan reklame-reklame yang
tidak membayar pajak tersebut. Menurut saya, tidak hanya pembersihan saja untuk
mengatasi masalah tersebut, tetapi juga memberikan sanksi pidana dan denda bagi
pelaku pendiri reklame liar itu.
Itulah
rekomendasi yang bisa saya berikan untuk mengevaluasi kebijakan perizinan
pendirian reklame agar Kota Yogyakarta bebas dari reklame-reklame liar. Dengan
memberikan berbagai solusi, diharapkan Pemkot Yogyakarta lebih bisa
memaksimalkan kebijakan yang sudah dibentuk agar kebijakan tersebut tidak
sia-sia.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar