Sabtu, 01 Februari 2014

Evaluasi Kebijakan Pendirian dan Perizinan Reklame di Yogyakarta

Latar Belakang


 
Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan biasanya diterapkan didalam Pemerintahan, organisasi, dan kelompok swasta, serta individu. Kebijakan dibentuk hanya untuk menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Biasanya, kebijakan merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting dari Pemerintahan, organisasi, dan lain-lain seperti yang sudah disebutkan tadi.
Salah satu kebijakan yang hangat diperbincangkan adalah kebijakan reklame. Reklame disini berarti iklan yang berada di luar ruangan seperti baliho besar yang berisikan tentang iklan-iklan segala penawaran. Di Yogyakarta misalkan, banyak reklame yang berdiri memenuhi Kota Pelajar ini. Bisa dilihat bahwa pemasangan reklame di Yogyakarta masih terbilang kurang rapi dan memakan tempat yang besar. Hal ini mengakibatkan Yogyakarta menjadi “surganya” penempatan reklame baik yang sudah berizin maupun ilegal. Tidak hanya reklame yang berupa iklan saja yang memenuhi badan Yogyakarta, tetapi juga reklame yang berbentuk papan nama dari sebuah kantor atau tempat belanja. Banyak dari pemasangan reklamenya masih menghiraukan kerapian dan izin yang sudah dibuat oleh Pemerintah setempat, yaitu kebijakan yang mengatur tentang reklame. Hal tersebut tidak semata-mata tanggung jawab dari biro iklan saja, tetapi juga dikarenakan kebijaksanaan yang ada saat ini kurang sesuai atau kurang memadai dalam menghadapi pertumbuhan Kota Yogyakarta.
Permasalahan yang lain adalah persaingan usaha yang begitu ketat dari suatu instansi dan sejenisnya membuat mereka berlomba-lomba untuk memasang iklan diluar ruangan. Hal ini dikarenakan mereka menginginkan usaha mereka menjadi bintang dan mendominasi di lingkup masyarakat luas. Permasalahan ini mengakibatkan banyaknya reklame seperti papan nama toko, baliho, spanduk, dan lain-lain terpasang dan menghiraukan kerapian dan keindahan Kota Yogyakarta. Bahkan tak sedikit iklan yang terpasang di luar ruangan tersebut memakan tempat hingga menjorok ke jalan raya dan bahkan banyak spanduk yang melintang di atas jalan raya. Tak pelak jika pemasangan spanduk tersebut membuat mata terganggu ketika ingin menikmati suasana Kota Yogyakarta. Perlu adanya kebijakan yang jelas terkait masalah ini agar masalah pemasangan reklame di Kota Yogyakarta menjadi lebih tertata dan tidak mengganggu pemandangan Kota Gudeg tersebut.
Saat ini, Perda yang mengatur tentang reklame adalah Perda No. 8/1998 tentang izin penyelenggaraan reklame. Reklame yang diatur terdiri dari reklame papan atau billboard, megatron, baliho, cahaya, kain, stiker, selebaran, berjalan termasuk di kendaraan, udara, suara, film atau slide, dan peragaan. Awalnya Perda ini belum bisa mengatur tentang wall painting promotion. Namun sekarang, menurut DPDPK bahwa wall painting promotion ini sudah dimasukkan dalam kategori reklame papan atau billboard non cahaya. Hingga pertengahan tahun 2013 lalu, belum ada aturan yang mengatur tempat mana sajakah yang dilarang atau diperbolehkan untuk dibuat wall painting promotion. Padahal, reklame jenis itu sering dijumpai di berbagai tembok rumah, kantor, dan lain-lain.

Teknik Evaluasi yang Dipakai
Dalam malakukan evaluasi terkait Perda atau kebijakan tentang izin reklame, saya menggunakan data yang ada dari berbagai sumber. Karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat untuk melakukan teknik wawancara atau teknik evaluasi lainnya. Dengan mengikuti data dan wacana yang berkembang di tengah-tengah masyarakat terkait kebijakan izin reklame, saya bisa mengevaluasi kebijakan tersebut dengan apa yang ada saat ini.

Jenis Evalusai yang Digunakan
Dalam hal ini, jenis evaluasi yang dipakai adalah Performance Indicators atau biasa disebut dengan Indikator Kinerja. Indikator kinerja merupakan evaluasi yang melihat pada ukuran input, proses, output, hasil dan dampak. Indikator kinerja sendiri berguna untuk melihat perkembangan, menunjukkan hasil, dan melakukan upaya perbaikan utk memperbaiki. cara efektif mengukur perkembangan pencapaian tujuan, dapat memberi benchmarking antar berbagai unit suatu organisasi dan wilayah kerjanya terkait waktu.




INPUT
PROSES
OUTPUT
OUTCOME
IMPACT
SDM
Pembentukan Kebijakan
Kebijakan Perizinan Pendirian Reklame
Sampah Visual Berkurang
Meningkatkan PAD
Dana


Perizinan Lebih Mudah
Lebih Rapi dan Tertib
Aspirasi Masyarakat




Konsep




Media





*Matrix Kebijakan Perizinan Pendirian Reklame
Keterangan:
1.      Input:
-          Sumber Daya Manusia:
Penyusunan kebijakan sangat memerlukan SDM agar kebijakan tersebut terbentuk. Bentuk dari kebijakan yang dimaksud berupa Perda. Perda dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah macam Gubernur atau Bupati/Wali Kota. Dengan sumber daya manusia yang disebutkan di atas, maka kebijakan tentang perizinan pendirian reklame akan terbentuk.
-          Dana:
Dalam pembentukan kebijakan terkait perizinan pendirian reklame, diperlukan adanya dana agar pembentukan berjalan dengan maksimal. Tanpa adanyadana, bagamaimana DPRD atau Kepala Daerah bisa menyusun kebijakan karena dalam penyusunan kebijakan sendiri sudah diberikan dana tersendiri dalam melancarkan pembentukan kebijakan.
-          Aspirasi Masyarakat:
Aspirasi masyarakat dalam pembentukan kebijakan sangatlah perlu sebagai bukti apakah kebijakan tersebut pro rakyat atau malah kontra dengan rakyat. Jadi aspirasi masyarakat dapat menjadi penilai tersendiri bagi kebijakan yang sudah dibentuk dan dijalankan. Tanpa aspirasi masyarakat, kebijakan tidak akan berjalan dan akan terhambat.
-          Konsep:
Konsep diperlukan dalam pembentukan kebijakan. Dalam pembentukan kebijakan, perlu adanya konsep sebagai kerangka dari kebijakan tersebut. Bagaimana jadinya jika kebijakan yang dibentuk tidak didahului oleh konsep? Konsep bisa jadi sebagai patokan dalam suatu kebijakan agar tidaksalah arah ketika melaksanakan pembentukan kebijakan.
-          Media:
Media, adalah salah satu alat untuk mempublikasikan suatu kebijakan yang telah dibentuk oleh Pemerintah daerah setempat. Atau bisa dijadikan sebagai perwakilan dari keluhan masyarakat terkait pelayanan publik yang kurang di tengah-tengah masyarakat. Jadi dari situlah Pemerintah Daerah bisa melihat berita-berita yang ada dan membentuk suatu kebijakan yang sekiranya diperlukan oleh masyarakat dan sebagai bukti pengabdian Pemeritah terhadap masyarakat. Itulah mengapa media di sini diperlukan dalam pembentukan kebijakan perizinan pendirian reklame.
2.      Proses:
Dalam proses yang ada dalam evaluasi kebijakan, dapat berbentuk pembentukan kebijakan perizinan pendirian reklame. Proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama karena dalam pembentukan kebijakan tersebut, diperlukan suatu pembahasan oleh DPRD bersama Gubernur atau Wali Kota. Membutuhkan waktu dalam prosesnya agar hasil kebijakannya maksimal dan tidak menjadikan kebijakan tersebut diskriminasi antar masyarakat.
3.      Output:
Output disini berupa hasil dari proses, yaitu kebijakan perizinan pendirian reklame telah jadi dan sudah diputuskan. Jadi output lebih pada hasil yang sudah dihasilkan dari kebijakan yang dibentuk.
4.      Outcome:
-          Sampah Mata Berkurang: Artinya adalah jika kebijakan perizinan pendirian reklame sudah dijalankan, maka reklame-reklame liar di dalam tubuh Kota Yogyakarta akan teratasi. Hal tersebut otomatis akan membuat Kota Yogyakarta menjadi bersih dan rapi dari reklame-reklame yang banyak terpampang di Yogyakarta.
-          Perizinan Lebih Mudah: Setelah kebijakan perizinan pendirian reklame sudah terbentuk dan dijalankan, maka akan mempermudah kalangan masyarakat untuk membuat izin mendirikan reklame di daerah Yogyakarta. Hal ini pasti akan langsung terjadi karena jika sudah dijalankan kebijakan tersebut, maka otomatis akan banyak masyarakat yang langsung mengurus perizinan pendirian reklame. Karena masyarakat yang mendirikan reklame liar akan merasa segan dengan kebijakan yang sudah dibentuk.

5.      Dampak:
-          Reklame merupakan salah satu alat untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak pendirian. Jika tidak ada kebijakan yang dibentuk, maka akan banyak reklame liar yang berdiri. Dan ini mempunyai dua dampak negatif, pertama reklame liar tersebut akan mengganggu pemandangan karena akan membuat Yogyakarta tidak rapi dan tidak teratur. Dampak negatifnya kedua adalah menjadikan Yogyakarta merugi dari sektor pajak. Karena reklame legal itu menyumbang PAD dari pajak. Bayangkan jika terdapat banyak reklame liar, maka akan sulit meningkatkan PAD dari sektor pajak. Dari situlah DPRD setempat membentuk kebijakan perizinan pendirian reklame agar dampak jauh kedepannya mampu menghasilkan PAD yang semakin tinggi.
-          Lebih rapi dan tertib: Dampak lebih jauh lagi dalam pembentukan perizinan pendirian reklame adalah Kota Yogyakarta akan menjadi lebih rapi dan bersih. Karena reklame-reklame yang semrawut dan liar akan ditertibkan dan diingatkan untuk mengurus izin yang sah. Jadilah Kota Yogyakarta yang bersih dan rapi dari reklame-reklame yang tidak tertata.

Pengumpulan Data dan Sumber
Pengumpulan data dan sumber yang saya gunakan menggunakan data dan sumber dari media masa, media online, data-data yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Karena jika menggunakan data dan sumber dari lapangan, tidak cukup waktu karena waktu yang diberikan tidak banyak. Jadi saya menggunakan data dari media elektronik sebagai referensi untuk menyusun tugas ini.

Kesimpulan dan Hasil Evaluasi
Penertiban reklame liar ini sangat dibutuhkan agar tidak semakin merusak keindahan, kebersihan, dan merusak Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta. Memang, Yogyakarta sangat luas dan sulit menertibkan reklame-reklame liar tersebut. Tetapi Pemerintah Yogyakarta masih bisa menertibkan permasalahan tersebut. Karena Dinas Ketertiban Yogyakarta sekarang sedang mengupayakan pembersihan reklame-reklame liar tersebut. Dintib tidak bekerja sendiri, tetapi bekerjasama dengan komunitas sampah visual. Pembersihan ini dilakukan pada saat malam hari dan dengan sistem mobilitas, yaitu bergerak terus sampai bisa menetralisir Kota Yogyakarta menjadi Kota yang bisa mengendalikan ledakan reklame, khususnya reklame liar. Sejauh ini kinerja Pemerintah Yogyakarta sudah bagus. Bahkan kawasan Tugu dan Malioboro sudah mulai bebas dari reklame-reklame yang menutupi pemandangan masyarakat. Karena Pemerintah setempat menetapkan denda sebesar Rp. 50 Juta bagi pelanggar pemasangan reklame itu.
            Dari evaluasi yang saya lakukan melalui performance indicator, saya bisa mengetahui bahwa kebijakan yang dibentuk DPRD setempat terkait perizinan pendirian reklame sudah mengalami kemajuan. Karena Pemkot setempat sudah bisa mengendalikan reklame-reklame yang berdiri di badan Yogyakarta. Dan Pemerintah Yogyakarta juga mampu menetapkan denda yang cukup besar untuk mengatasi reklame-reklame liar. Walaupun PAD dari reklame hanya sedikit, namun tidak boleh dipandang remeh. Karena bagaimanapun juga keberhasilan penertiban pendirian dan perizinan reklame akan membuat Kota Yogyakarta menjadi rapi sekaligus menambah PAD bagi Kota Yogyakarta.

Rekomendasi
Meledaknya reklame yang terjadi di Kota Yogyakarta ini memang tidak boleh di kesampingkan. Karena bisa mengganggu pajak yang masuk ke PAD Kota Yogyakarta, merusak keindahan dan kebersihan Kota Yogyakarta, dan lain-lain. Reklame liar disini menurut saya ada dua macam, pertama reklame yang tidak pada tempatnya. Seperti penempatan reklame di kawasan bebas reklame dan yang kedua adalah pemasangan reklame yang tidak membayar pajak. Untuk permasalahan pemasangan reklame yang tidak pada tempatnya tersebut perlu Perda yang kuat agar para oknum tersebut tidak memasang reklame-reklame di kawasan tersebut. Perda yang kuat disini berarti memperkuat sanksi yang ada jika ada oknum yang melanggar lagi. Misalkan dengan menaikkan denda pemasangan reklame liar tersebut sampai angka Rp. 50 Juta per reklame. Kemudian setelah membentuk Perda yang lebih kuat tersebut, perlu adanya sosialisasi terkait perizinan pemasangan reklame, sanksi yang diterima jika melanggar, dan sejenisnya. Agar para pemsasang reklame itu bisa berfikir kembali untuk melakukan kecurangan tersebut. Dan yang sudah memasang reklame di kawasan bersih reklame tersebut jera. Tidak hanya di kawasan bebas reklame saja, tetapi juga dikawasan-kawasan lain agar Kota Yogyakarta ini tertata lebih baik lagi. Setelah semua tertib seperti semula, perlu adanya peningkatan pajak bagi reklame yang sudah berdiri resmi agar bisa menaikkan PAD Kota Yogyakarta. Walaupun terdapat pengurangan reklame, namun jika dapat menaikkan pajak reklame tersebut, maka kemungkinan PAD dari pajak reklame tidak akan menurun berlebihan. Masih tetap standar seperti sebelum penetapan kenaikkan pajak dari reklame. Permasalahan kedua adalah pemasangan pajak liar karena tidak membayar pajak. Hal ini sangat merugikan Kota Yogyakarta karena membuat Kota Yogyakarta menjadi terlihat padat dan tidak tertata. Dan juga menganggu PAD yang didapatkan dari pajak reklame. Perlu adanya penertiban reklame-reklame yang tidak membayar pajak ini agar tidak menambah runyamnya Kota Yogyakarta. Pihak Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta juga sudah menertibkan reklame-reklame yang tidak membayar pajak tersebut karena tidak membuat izin pendirian reklame. Dintib tidak sendirian untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi mengajak komunitas sampah visual untuk bekerjasama membersihkan reklame-reklame yang tidak membayar pajak tersebut. Menurut saya, tidak hanya pembersihan saja untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi juga memberikan sanksi pidana dan denda bagi pelaku pendiri reklame liar itu.
Itulah rekomendasi yang bisa saya berikan untuk mengevaluasi kebijakan perizinan pendirian reklame agar Kota Yogyakarta bebas dari reklame-reklame liar. Dengan memberikan berbagai solusi, diharapkan Pemkot Yogyakarta lebih bisa memaksimalkan kebijakan yang sudah dibentuk agar kebijakan tersebut tidak sia-sia.





Referensi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar