Indonesia,
merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman kesenian tari tradisional
di kancah Asia bahkan Dunia. Dengan
jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, Indonesia mampu melahirkan banyak
kesenian tari yang begitu menarik dan patut dilestarikan. Dari Sabang sampai
Merauke, Indonesia memiliki banyak sekali kesenian tari yang unik, beragam, dan
menarik. Sehingga keanekaragaman seni tari tersebut menjadi aset yang tak
ternilai bagi Negeri ini. Tak pelak jika keanekaragaam seni tari yang dimiliki
Negeri ini dilirik oleh banyak Negara tetangga macam Malaysia. Dari Pulau Jawa misalkan, banyak
sekali kesenian tari yang unik dan beragam. Salah satunya adalah seni Tari Kuda
Lumping.
Kuda
Lumping merupakan tarian tradisional Jawa yang
menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda.
Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang
di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Tarian kuda lumping
biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa
penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan,
kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan
kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Kuda Lumping sendiri diamainkan
menggunakan properti seperti kuda yang terbuat dari bambu, pecut, gamelan,
pakaian tradisional, dan lain-lain. Untuk sejarah dari Kuda Lumping sendiri
tidak ada catatan yang bisa menjelaskannya. Hanya riwayat verbal yang diturunkan
dari generasi ke generasi berikutnya. Terlepas dari sejarahnya, Kuda Lumping
menggambarkan semangat heroisme dan kemiliteran pasukan berkuda.
Tarian
ini biasanya diadakan saat acara-acara tertentu semisal pernikahan, ulang tahun
suatu daerah, sampai menyambut tamu kehormatan dari daerah lain. Selain
mengandung unsur religi dan hiburan, tarian ini mengandung unsur ritual yang
terlihat sebelum pagelaran dimulai. Biasanya sebelum penampilan dilangsungkan,
para pawang hujan melakukan ritual untuk mempertahankan cuaca agar cuaca tetap
cerah. Sehingga ketika acara dilangsungkan, tidak terhambat oleh cuaca buruk.
Namun
sayang, perkembangan Kuda Lumping sendiri mulai terhambat seiring perkembangan
zaman. Salah satu penghambat perkembangan Kuda Lumping tersebut adalah
Globalisasi. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar
bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi,
perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit. Dari sinilah muncul budaya baru yang lebih menarik minat anak
muda zaman sekarang seperti musik, free style, dance, diskotik, dan lain-lain.
Akibatnya, kesenian yang berasal dari Jawa ini kian tergusur dan dianggap
sebagai kesenian yang “jadul” alias jaman dulu. Yang lebih mirisnya lagi,
ketika masyarakat mengadakan suatu acara seperti pernikahan, ulang tahun suatu
daerah, dan lain-lain sekarang jarang mengundang Kesenian Kuda Lumping. Tetapi
masyarakat cenderung tertarik untuk mengundang group band atau pertunjukan lain
yang berasal dari budaya Luar Negeri.
Tetapi,
tidak selamanya kebudayaan Luar Negeri bisa “mengalahkan” Kesenian Kuda
Lumping. Masih banyak cara untuk melestarikan kesenian yang mempunyai unsur magis
ini. Pertama adalah mendirikan suatu sanggar tari khusus Kuda Lumping.
Pendirian sanggar ini tidak hanya di dalam desa-desa saja, melainkan didirikan
di dalam kota agar masyarakat luas tahu dan tertarik, apa itu Kuda Lumping.
Setelah mendirikan sanggar, perlu adanya promosi yang perlu dilakukan untuk
memperkenalkan Kesenian Kuda Lumping kepada khalayak umum. Misalkan dengan
mengadakan pertunjukan di kota-kota besar setiap akhir pekan. Karena akhir
pekan merupakan hari dimana banyak masyarakat yang berjalan-jalan sambil
bersantai-santai. Jadi dari situlah media promosi bisa dijalankan. Disamping
melakukan promosi, perlu juga meyakinkan kepada publik bahwa Kuda Lumping merupakan
kesenian yang aman dimainkan dan tidak bermaksud untuk berteman dengan makhluk
halus. Sekalipun permainannya menyangkut unsur magis. Jika bisa meyakinkan
masyarakat tentang hal itu, maka Kuda Lumping dapat diartikan sebagai hiburan
yang mempunyai arti sebagai semangat heroisme, bukan hiburan atau kebudayaan yang
berbau mistis.
Tidak
hanya itu, perlu adanya pembentukan kelompok Kuda Lumping di setiap daerah agar
mempermudah masyarakat jika ada yang ingin mendaftar sebagai pemeran Kuda
Lumping. Jadi jika terdapat kelompok
Kuda Lumping, maka semakin mempermudah kesenian tersebut dapat dikenal
oleh masyarakat luas. Seperti yang terdapat di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera
Selatan. Kesenian Kuda Lumping di Kabupaten Musi Rawas ternyata sudah
berkembang dengan pesat. Terbukti dari pembentukan beberapa kelompok Kuda
Lumping yang makin merajalela di daerah tersebut. Seperti yang di ungkapkan
oleh Pelatih Kesenian Kuda Lumping Turonggo Kartiko Budoyo, Wahyu Subronto pada
TribunSumsel.Com (15-01-2013), Beliau mengungkapkan bahwa Kesenian Kuda Lumping
disana sudah merajalela dan tidak sulit untuk merekrut generasi baru dari Kuda
Lumping. Bahkan kelompok-kelompok Kuda Lumping di daerah tersebut tidak perlu
mencari generasi baru, karena masyarakat disana justru banyak yang antusias
untuk mendaftar sebagai calon generasi penerus Kesenian Kuda Lumping.
Seperti
itulah solusi yang bisa menghidupkan kembali popularitas Kesenian Kuda Lumping
sebagai kesenian yang perlu dilestarikan. Dengan cara membuat sanggar,
mempromosikan Kesenian Kuda Lumping, membentuk kelompok Kuda Lumping, dan
meyakinkan kepada publik bahwa Kesenian Kuda Lumping adalah budaya yang “sehat”
dan perlu dilestarikan. Oleh karena itu, Kita sebagai masyarakat Negeri ini
yang sadar akan pentingnya melestarikan budaya nenek moyang, perlu mendukung
dan berpartisipasi dalam melestarikan kesenian semacam Kuda Lumping. Tidak
perlu malu dan takut untuk berpartisipasi dalam melestarikan budaya Negeri ini.
Karena budaya dan kesenian yang ada di Negeri ini adalah simbol atau jati diri
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh: Deaska E. Satya
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar