Kamis, 05 Juni 2014

Menghidupkan Seni Tari Yang Terancam Menjadi Legenda



Indonesia, merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman kesenian tari tradisional di kancah Asia bahkan  Dunia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, Indonesia mampu melahirkan banyak kesenian tari yang begitu menarik dan patut dilestarikan. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki banyak sekali kesenian tari yang unik, beragam, dan menarik. Sehingga keanekaragaman seni tari tersebut menjadi aset yang tak ternilai bagi Negeri ini. Tak pelak jika keanekaragaam seni tari yang dimiliki Negeri ini dilirik oleh banyak Negara tetangga macam  Malaysia. Dari Pulau Jawa misalkan, banyak sekali kesenian tari yang unik dan beragam. Salah satunya adalah seni Tari Kuda Lumping.
Kuda Lumping merupakan tarian tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda.  Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Kuda Lumping sendiri diamainkan menggunakan properti seperti kuda yang terbuat dari bambu, pecut, gamelan, pakaian tradisional, dan lain-lain. Untuk sejarah dari Kuda Lumping sendiri tidak ada catatan yang bisa menjelaskannya. Hanya riwayat verbal yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Terlepas dari sejarahnya, Kuda Lumping menggambarkan semangat heroisme dan kemiliteran pasukan berkuda.
Tarian ini biasanya diadakan saat acara-acara tertentu semisal pernikahan, ulang tahun suatu daerah, sampai menyambut tamu kehormatan dari daerah lain. Selain mengandung unsur religi dan hiburan, tarian ini mengandung unsur ritual yang terlihat sebelum pagelaran dimulai. Biasanya sebelum penampilan dilangsungkan, para pawang hujan melakukan ritual untuk mempertahankan cuaca agar cuaca tetap cerah. Sehingga ketika acara dilangsungkan, tidak terhambat oleh cuaca buruk.
Namun sayang, perkembangan Kuda Lumping sendiri mulai terhambat seiring perkembangan zaman. Salah satu penghambat perkembangan Kuda Lumping tersebut adalah Globalisasi. Globalisasi merupakan  keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Dari sinilah muncul budaya baru yang lebih menarik minat anak muda zaman sekarang seperti musik, free style, dance, diskotik, dan lain-lain. Akibatnya, kesenian yang berasal dari Jawa ini kian tergusur dan dianggap sebagai kesenian yang “jadul” alias jaman dulu. Yang lebih mirisnya lagi, ketika masyarakat mengadakan suatu acara seperti pernikahan, ulang tahun suatu daerah, dan lain-lain sekarang jarang mengundang Kesenian Kuda Lumping. Tetapi masyarakat cenderung tertarik untuk mengundang group band atau pertunjukan lain yang berasal dari budaya Luar Negeri.
Tetapi, tidak selamanya kebudayaan Luar Negeri bisa “mengalahkan” Kesenian Kuda Lumping. Masih banyak cara untuk melestarikan kesenian yang mempunyai unsur magis ini. Pertama adalah mendirikan suatu sanggar tari khusus Kuda Lumping. Pendirian sanggar ini tidak hanya di dalam desa-desa saja, melainkan didirikan di dalam kota agar masyarakat luas tahu dan tertarik, apa itu Kuda Lumping. Setelah mendirikan sanggar, perlu adanya promosi yang perlu dilakukan untuk memperkenalkan Kesenian Kuda Lumping kepada khalayak umum. Misalkan dengan mengadakan pertunjukan di kota-kota besar setiap akhir pekan. Karena akhir pekan merupakan hari dimana banyak masyarakat yang berjalan-jalan sambil bersantai-santai. Jadi dari situlah media promosi bisa dijalankan. Disamping melakukan promosi, perlu juga meyakinkan kepada publik bahwa Kuda Lumping merupakan kesenian yang aman dimainkan dan tidak bermaksud untuk berteman dengan makhluk halus. Sekalipun permainannya menyangkut unsur magis. Jika bisa meyakinkan masyarakat tentang hal itu, maka Kuda Lumping dapat diartikan sebagai hiburan yang mempunyai arti sebagai semangat heroisme, bukan hiburan atau kebudayaan yang berbau mistis.
Tidak hanya itu, perlu adanya pembentukan kelompok Kuda Lumping di setiap daerah agar mempermudah masyarakat jika ada yang ingin mendaftar sebagai pemeran Kuda Lumping. Jadi jika terdapat kelompok  Kuda Lumping, maka semakin mempermudah kesenian tersebut dapat dikenal oleh masyarakat luas. Seperti yang terdapat di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Kesenian Kuda Lumping di Kabupaten Musi Rawas ternyata sudah berkembang dengan pesat. Terbukti dari pembentukan beberapa kelompok Kuda Lumping yang makin merajalela di daerah tersebut. Seperti yang di ungkapkan oleh Pelatih Kesenian Kuda Lumping Turonggo Kartiko Budoyo, Wahyu Subronto pada TribunSumsel.Com (15-01-2013), Beliau mengungkapkan bahwa Kesenian Kuda Lumping disana sudah merajalela dan tidak sulit untuk merekrut generasi baru dari Kuda Lumping. Bahkan kelompok-kelompok Kuda Lumping di daerah tersebut tidak perlu mencari generasi baru, karena masyarakat disana justru banyak yang antusias untuk mendaftar sebagai calon generasi penerus Kesenian Kuda Lumping.
Seperti itulah solusi yang bisa menghidupkan kembali popularitas Kesenian Kuda Lumping sebagai kesenian yang perlu dilestarikan. Dengan cara membuat sanggar, mempromosikan Kesenian Kuda Lumping, membentuk kelompok Kuda Lumping, dan meyakinkan kepada publik bahwa Kesenian Kuda Lumping adalah budaya yang “sehat” dan perlu dilestarikan. Oleh karena itu, Kita sebagai masyarakat Negeri ini yang sadar akan pentingnya melestarikan budaya nenek moyang, perlu mendukung dan berpartisipasi dalam melestarikan kesenian semacam Kuda Lumping. Tidak perlu malu dan takut untuk berpartisipasi dalam melestarikan budaya Negeri ini. Karena budaya dan kesenian yang ada di Negeri ini adalah simbol atau jati diri Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh: Deaska E. Satya


Referensi :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar